Nisluf Blog

Ilmu adalah Pengetahuan tetapi Pengetahuan belum tentu menjadi ilmu

Sunday 28 June 2015

Contoh Makalah Hukum Tata Negara (HTN) di Indonesia

1 comment

KATA PENGANTAR


Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT Tuhan Yang Maha Esa,  karena atas berkat rahmat dan hidayah-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini. Dalam makalah ini saya menjelaskan mengenai Sejarah Ketatanegaraan di Indonesia. Makalah ini saya buat dalam rangka memperdalam matakuliah tentang Hukum Tata Negara. Saya  menyadari, dalam makalah  ini masih banyak kesalahan dan kekurangan. Hal ini disebabkan terbatasnya kemampuan, pengetahuan dan pengalaman yang saya  miliki. Oleh karena itu, saya mengharapkan kritik dan saran. Demi perbaikan dan kesempurnaan. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.


Makassar, 23 April 2014



       Penyusun


DAFTAR ISI

Abstrak ………………………………………………………………...……………… i

Kata Pengantar ……………………………………………………………..………… ii

Daftar isi .......................................................................................................................  iii


BAB I PENDAHULUAN..............................................................................................  1


BAB II            PEMBAHASAN....................................................................................  2


2.1  HAKIKAT PROKLAMASI KEMERDEKAAN INDONESIA

 a. Arti  Proklamasi Kemerdekaan Indonesia………………………………………….. 2

b. Proklamasi Kemerdekaan Bangsa Indonesia………………………………………..  3

c. Hubungan Proklamasi Kemerdekaan dengan Tata hukum Indonesia……….……… 3

d. Lahirnya Pemerintah Indonesia……………………………………………………..  4


2.2  SEJARAH PERKEMBANGAN KETATANEGARAAN INDONESIA


1.  Periode Berlakunya UUD 1945 ………………………………………………….… 5

2.  Perubahan Praktik Ketatanegaraan  Indonesia ………………………………….…. 6

3.  Periode Berlakunya Konstitusi RIS 1949…………….............................................  7

4. Periode Berlakunya UUD Sementara 1950...............................................................  10

5. Periode  Berlakunya Kembali UUD 1945 ……………………………….….……..  12

6. Periode Berlakunya Reformasi……………………………………….…..………… 15


BAB III PENUTUP.................................................................................................... ...  18

3.1 Simpulan ……………………………………………………….…………….…… 18

3.2  saran ………………………………………………………….…………………..  18

DAFTAR PUSTAKA................................................................................................... .  19


BAB I PENDAHULUAN

 Untuk mempelajari Hukum Tatanegara suatu Negara, kiranya akan lebih mudah memperoleh kejelasannya apabila terlebih dahulu dipelajari sejarah ketatanegaraan daripada Negaranya yang bersangkutan.  Demikian pula dengan Hukum Tatanegara kita, akan mudah diperoleh kejelasannya apabila kita mempelajari terlebih dahulu sejarah ketatanegaraannya sebelum mulai dengan mempelajari aturan-aturan ketatanegaraannya. Apalagi kalau mengingat bahwa dari perjalanan ketatanegaraan kita, yang masih menyelesaikan revolusinya, ternyata penuh mengalami pasang surut sesuai dengan dinamikanya revolusi Bangsa Indonesia, sehingga mempelajari sejarah ketatanegaraannya adalah mutlak perlu.

Setiap negara tentunya memiliki sejarah tentang ketatanegaraan dalam negaranya. Perkembangan ketatanegaraan di Indonesia dapat di bagi menjadi beberapa periode, sejak masa Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945 sampai sekarang. Walaupun sebenarnya tonggak ketatanegaraan Indonesia telah ada jauh sebelum proklamasi. Secara formal, periode perkembangan ketatanegaraan itu dapat dirinci sebagai berikut :

1.       Masa berlakunya UUD 1945 ( 17 Agustus 1945-27 Desember 1949 )

2.       Masa berlakunya Konstitusi  RIS 1949 (27 Desember 1949-17 Agustus 1950 )

3.      Masa berlakunya UUD Sementara  1950 (17 Agustus 1950-5 juli 1959 )

4.      Masa berlakunya kembali  UUD 1945 (5 juli 1959-Sekarang ). Pada periode ini pun terbagi menjadi beberapa periode,yaitu :

a.         Masa Order Lama ( 5 juli 1959-11 Maret 1966 )

b.        Masa Order  Baru ( 11 Maret 1966-21 Mei 1998 )

5.      Masa Reformasi (21 Mei 1998-Sekarang )


            Tentunya sebagai  warga Negara Indonesia kita di harapkan untuk mengetahui bagaimana Sejarah Bangsa Indonesia dalam membangun hukum maupun tata kenegaraan yang berlaku dari masa penjajahan sampai pada masa sekarang ini.


BAB II

PEMBAHASAN


2.1              HAKIKAT PROKLAMASI KEMERDEKAAN INDONESIA


Pada 6 Agustus 1945 jatuhlah bom atom Amerika Serikat dikota Hirosima. Pemimpin-pemimpin jepang mengetahui, bahwa negaranya telah mendekati kekalahan. Berhubung dengan itu Jendral Terauchi, Panglima Angkatan perang Jepang untuk Asia tenggara, yang berkedudukan di Saigon pada 7 Agustus 1945 mengeluarkan pernyataan dan berjanji, bahwa Indonesia di kemudian hari akan diberikan kemerdekaan.

1.      Untuk menerima petunjuk-petunjuk tentang penyelenggaraan kemerdekaan itu, Ir.Soekarno, Drs. Mohammad Hatta, dan Dr. Rajiman Wedyodiningrat diminta datang ke Saigon pada tanggal 9 Agustus 1945. Tetapi ketika bom Atom yang kedua meledak di Nagasaki Jepang tak ada kesempatan dan tak punya kekuasaan lagi untuk memikirkan nasib bangasa lain.

2.      Pada tanggal 15 Agustus 1945 menyerahlah Jepang tanpa syarat kepada Sekutu.

Lenyaplah “janji kemerdekaan” dari Jendral Terauchi. Dengan penandatanganan penyerahan Jepang tanpa syarat pada tanggal 12 September 1945 di geladak kapal perang Amerika Serikat “Missouri” lenyap pulalah cita-cita Jepang untuk membentuk Kemakmuran Bersama AsiaTimur Raya di bawah pimpinannya.

3.      Pada tanggal 17 Agustus 1945 itu sampailah perjuangan rakyat Indonesia mengantar rakyat dan bangsa Indonesia kem “Jembatan Emas Kemerdekaan”, namun kemerdekaan itu harus dibela dan dipertahankan.


a)      Arti  Proklamasi Kemerdekaan Indonesia

Adapun secara khusus proklamasi kemerdekaan RI memiliki arti :

1.    Lahirnya Negara Kesatuan Republik Indonesia

2.  Puncak perjuangan pergerakan kemerdekaan, setelah berjuang berpuluh tahun sejak 20Mei 1908;



1 Titik Triwulan Tutik, Konstruksi Hukum Tata Negara, hlm. 109

2 Ibid.

3         CST Kansil, Hukum Tata Negara Republik Indonesia, hlm. 270

3.      Titik tolak dari pada pelaksanaan amanat penderitaan rakyat. Searah pemerintahanIndonesia bermula semenjak bangsa Indonesia memproklamasikan kemerdekaannyapada tanggal 17 Agustus 1945. 4


b)     Proklamasi Kemerdekaan Bangsa Indonesia.

Pada hari Jumat Legi tanggal 17 Agustus 1945 jam 10 pagi (waktu Jawa), di bagian muka rumah jalan Pegangsaan Timur nomor 56, di jakarta, dibacakan sebuah “ProklamasiKemerdekaan Bangsa Indonesia” oleh Bung Karno yang ditandatangani oleh Bung Karno dan Bung Hatta atas nama Bangsa Indonesia.


Naskah selengkapnya daripada Proklamasi tersebut berbunyi sebagai berikut :


PROKLAMASI

Kami bangsa Indonesia dengan ini menyatakan kemerdekaan Indonesia.

Hal-hal yang mengenai pemindahan kekuasaan dan lain-lain diselenggarakan dengan cara saksama dan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya.


Jakarta, 17 Agustus 1945

Atas nama Bangsa Indonesia

Soekarno – Hatta 5


c)      Hubungan antara Proklamasi Kemerdekaan Indonesia dengan Tata hukum dan NegaraRepublik Indonesia.

Negara adalah merupakan organisasi kekuasaan yang nampaknya keluar terdiri dariaturan-aturan atau ketentuan-ketentuan hukum yang tersusun didalam suatu tatanan-hukum,oleh karena itu seperti dikemukakan di atas, maka saat berdirinya negara akan bersamaan puladengan saat berdirinya tata hukumnya.6


4 CST Kansil, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, Hlm. 34.

5 Dikutip dari Muhammad Yamin, “Pembahasan Undang - undang Dasar Republik Indonesia”, Hlm. 31.

6          Joeniarto, Sejarah Ketata negaraan Republik Indonesia. Hlm. 5

d)     Lahirnya Pemerintah Indonesia


Pada 29 April 1945  Pemerintah Jepang di Jakarta membentuk suatu badan yang diberi nama “ Dokuritso Junbi Cosakai” atau Badan Penyelidik Persiapan Kemerdekaan (BPPK).Badan ini beranggotakan 62 orang dan diketuai oleh Dr. Rajiman Widyodiningrat. Dalambadan itu duduk sejumlah pemimpin Indonesia, yang walaupun menggunakan siasat bekerjasama dengan Jepang, namun tetap pada cita-citanya untuk membelokkan tindakan-tindakanpemerintah Jepang ke arah yang mereka cita-citakan. 7


 Selama didirikan BPPK mengadakan sidang dua kali, yakni: tanggal 29 Mei sampaidengan tanggal 1 Juni 1945 dan tanggal 10-16 juli 1945. BPPK membentuk suatu panitia kecilyang ditugaskan untuk merumuskan hasil-hasil perundingan badan itu. 8


 Panitia perumusan ini mempunyai 9 orang anggota, yakni Ir. Soekarno, Drs. Moh.Hatta, Mrs. A. A Maramis, Abikusuno Tjokro Sujoso, Abdulkahar Muzakir, Haji Agus Salim,Mr. Ahmad Subardjo, K.H. A. Wahid Hasjim, dan Mr. Muhammad Yamin. Panitia itu pada22 Juni 1945 berhasil menyusun Rancangan Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. 9


            Di samping itu, BPPK telah pula berhasil menyusun sebuah Rancangan Undang-Undang Dasar Indonesia pada 16 Juli 1945. Setelah selesai menyusun Rancangan Undang-Undang Dasar Indonesia BPPK kemudian dibubarkan dan sebagai gantinya pada 9 Agustus1945 dibentuk sebuah badan baru yang disebut Dokuritsu Junbi Linkai atau Panitia PersiapanKemerdekaan Indonesia (PPKI).


Ketua PPKI adalah Ir. Soekarno dengan Drs. Mohammad Hatta menjadi wakilketuanya. Para anggota PPKI adalah pemimpin-pemimpin rakyat yang terkenal. Merekamewakili daerah dari seluruh Indonesia. Pada waktu pendiriannya PPKI mempunyai 21 orang anggota. Kemudian setelah Jepang menyerah kepada Sekutu PPKI ditambah anggotanya 6orang sehingga menjadi 27 orang dan dijadikan sebuah panitia nasional. 10


7 Titik Triwulan Tutik, Konstruksi Hukum Tata Negara, hlm. 111

8 Ibid.

9 Ibid.

10 Ibid.

Kemerdekaan Indonesia yang diproklamasikan pada 17 Agustus 1945 disaksikan juga oleh PPKI. Dalam mempersiapkan Indonesia Merdeka PPKI mengadakan beberapa kali sidang, yaitu:


a.       Sidang Pertama, 18 Agustus 1945 menetapkan:

1.      Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945

2.      Memilih Ir. Soekarno sebagai presiden dan Drs.Moh.Hatta sebagai wakil presiden Republik Indonesia

3.      Membentuk sebuah Komite Nasional untuk membantu Presiden selama MPR dan DPR belum terbentuk.


b.              Sidang Kedua, 19 Agustus 1945 menetapkan :

1. Pembentukan 12 departemen pemerintahan

2. Pembagian wilayah Indonesia ke dalam 8 propinsi dan adanya kebijakan daerah


Tanggal 29 Agustus 1945 PPKI dibubarkan oleh Presiden dan dibentuk Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) yang mempunyai tugas membantu Presiden dalam hal ini terserah kepada Presiden didalam bidang apa KNIP memberikan bantuannya.


2.2              SEJARAH PERKEMBANGAN KETATANEGARAAN INDONESIA


1.          Periode Berlakunya Undang - Undang Dasar 1945

 ( 17 Agustus 1945- 17 Desember 1949 )


            Bentuk negara Republik Indonesia pada kurun waktu 18 Agustus 1945 sampai dengan 27 Desember 1945 adalah Negara Kesatuan. Landasan yuridis negara kesatuan Indonesia antara lain sebagai berikut :

a.     Pembukaan UUD 1945 alinea 4, yang berbunyi:

        “... melindungi  segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia ...” Hal tersebut menunjukan satu kesatuan bangsa Indonesia dan satu kesatuan wilayah Indonesia .

b .    Pasal 1 ayat 1 UUD 1945 yang berbunyi :

“ Negara Republik Indonesia ialah negara kesatuan yang berbentuk Republik.” Kata Kesatuan dalam pasal tersebut menunjukkan bentuk negara, sedangkan Republik menunjukkan bentuk pemerintahan.


Menurut UUD 1945, yang berdaulat itu adalah rakyat dan dilakukan oleh MPR,sebagaimana yang ditentukan Pasal 1 ayat (2) UUD 1945. Karena MPR melakukan kedaulatan rakyat, oleh UUD 1945 ditetapkan pula beberapa tugas dan wewenangnya.

wewenang MPR :

a.    Menetapkan UUD dan GBHN

b.   Memilih dan mengangkat presiden

c.    Mengubah UUD MPR sebagai pemegang kedaulatan yang tertinggi dalam sistem ketatanegaraan, dengan jumlah anggota yang begitu banyak tidak dapat bersidang setiap hari oleh karenanya untuk melaksanakan tugas sehari diserahkan kepada presiden sebagai mandataris MPR.

Wewenang presiden :

a. Presiden dalam menyelenggarakan pemerintahan dibantu oleh wakil presiden dan mentri-mentrinya.

b. Mentri-mentri diangkat dan diberhentikan oleh presiden

c. Presiden tidak bertanggung jawab kepada DPR

d. Presiden tidak dapat membubarkan DPR


2.  Perubahan Praktik ketatanegaraan meliputi :


PPKI menyadari bahwa untuk menyelenggarakan pemerintah menurut UUD 1945 tidak dapat dilaksanakan sekaligus dalam waktu yang sesingkat mungkin, untuk itu masih diperlukan masa-masa peralihan. Hasil kesepakatan PPKI menetapkan empat pasal Aturan Peralihan dan dua Ayat Tambahan. Menurut pasal 3 aturan peralihan,"untuk pertama kali presiden dan wakil presiden dipilih oleh PPKI. “Realisasi dari pasal tersebut, maka atas usul Otto Iskandardinata dipilih secara aklamasi Soekarno dan Moh. Hatta sebagai presiden dan wakil presiden .11 Sedangkan dalam menjalankan kekuasaannya Presiden di bantu oleh komite Nasional. 12


11 Dasril Radjab, Hukum Tata Negara Indonesia, hlm. 92

12 Pasal 4 Aturan Peralihan UUD 1945

            Tanggal 16 Oktober 1945 Wakil Presiden mengeluarkan Maklumat No. X tahun 1945 yang menetapkan KNIP sebelum MPR dan DPR diberi kekuasaan legislative dan ikut serta menetapkan GBHN. Bahwa pekerjaan KNIP sehari-hari berhubung dengan gentingnya keadaan dijalankan oleh sebuah Badan Pekerja yang dipilih antara mereka serta bertanggung jawab kepada KNIP. Kemudian tanggal 14 Nopember 1945 dikeluarkan Maklumat Pemerintah sebagai tindak lanjut dari Maklumat Wakil Presiden No. X tahun 1945 yang menyatakan :

a.       Pembentukan Kabinet Baru

b.      Dan Kabinet ini bertanggung jawab kepada KNIP.


Dengan Maklumat-maklumat di atas menimbulkan persoalan dalam pelaksanaan pemerintahan mengenai system pemerintahan dimana menurut Pasal 4 UUD 45 ditegaskan bahwa “Presiden memegang kekuasaan pemerintahan dan Pasal 17 menetapka bahwa “ Menteri Negara diangkat dan diberhentikan oleh Presiden dan bertanggung jawab kepada Presiden, system pemerintahan menurut UUD 1945 adalah Sistem Presidensil. Sedangkan menurut Maklumat Pemerintah meletakkan pertanggungjawaban Kabinet kepda KNIP yang merupakan ciri dari sistem Parlementer.


3.  Periode Konstitusi Republik Indonesia Serikat (RIS)

( 27 Desember 1945 s.d. 17 Agustus 1950 )


 Setelah Indonesia merdeka tanggal 17 Agustus 1945 Belanda masih merasamempunyai kekuasaan atas Hindia Belanda yaitu Negara bekas jajahan masih dibawah kekuasaan Kerajaan Belanda , dengan alasan :

a.         Ketentuan Hukum Internasional

Menurut Hukum Internasional suatu wilayah yang diduduki sebelum statusnya tidak berubah, ini berarti bahwa Hindia-Belanda yang diduduki oleh Bala Tentara Jepang masih merupakan bagian dari Kerajaan Belanda, oleh karena itu setelah Jepang menyerah, maka kekuasaan di Hindia Belanda adalah Kerajaan Belanda sebagai pemilik/ penguasa semula.

b.         Perjanjian Postdan

Yaitu pernjajian diadakan menjelang berakhirnya Perang Dunia II yang diadakan oleh Negara Sekutu dengan pihak Jepang, Italia dan Jerman, perjanjian ini menetapkan bahwa setelah Perang Dunia II selesai, maka wilayah yang diduduki oleh ketiga Negara ini akan dikembalikan kepada penguasa semula.

Atas dasar perjanjian di atas, maka Belanda merasa memiliki Kedaulatan atas Hindia-Belanda secara De Jure. Akibat adanya pandangan ini yang kemudian menimbulkan konflik senjata antara Tentara Rakyat Indonesia (TRI) dengan NICA pada tanggal 10 Nopember 1946 di Surabaya. Untuk mengakhiri konflik ini, maka diadakan perundingan antara Indonesia dengan Belanda pada tanggal 25 Maret 1947 di Linggarjati yang antara lain menetapkan :

1.         Belanda mengakui RI berkuasa secara de facto atas Jawa, Madura dan Sumatra, diwilayah lain yang berkuasa adalah Belanda.

2.         Belanda dan Indonesia akan bekerja sama membentuk RIS.

3.         Belanda dan Indonesia akan membentuk Uni Indonesia Belanda.


Hasil perundingan ini menimbulkan penafsiran yang berbeda antara Belanda Indonesia mengenai soal Kedaulatan Indonesia-Belanda, yaitu :

1.  Sebelum RIS terbentuk yang berdaulat menurut Belanda adalah Belanda, sehingga hubungan luar negeri/ Internasional hanya boleh dilakukan oleh Belanda.

2.  Menurut Indonesia sebelum RIS terbentuk yang berdaulat adalah Indonesia, terutama Pulau Jawa, Madura dan Sumatra sehingga hubungan luar negeri juga boleh dilakukan oleh Indonesia.

3.   Belanda meminta dibuat Polisi bersama, tetapi Indonesia menolak.


Akibat adanya penafsiran ini terjadi Clash I pada tanggal 21 Juli 1947 dan Clash II tanggal 19 Desember 1948. Terjadinya konflik ini akibat adanya agresi militer Belanda terhadap Indonesia. Sedangkan menurut Belanda terjadinya agresi militer Belanda adalah dalam rangka penertiban wilayah Kedaulatan Belanda. Bentrok senjata Indonesia-Belanda iniini kemudian dilerai oleh PBB dan melakukan genjatan senjata dan dibuat suatu perundingan baru di atas Kapal Renville tahun 1948 yang menetapkan :

1. Belanda dianggap berdaulat penuh di seluruh Indonesia sampai terbentuk RIS.

2. RIS mempunyai kedudukan sejajar dengan Belanda.

3. RI hanya merupakan bagian RIS.

Kemudian diadakan Konfrensi Meja Bundar (KMB) pada tanggal 23 Agustus 1949 sampai 2 November 1949 yang disepakati antara lain :

1. Mendirikan Negara Indonesia serikat

2. Penyerahan kedaulatan kepada RIS

3. Mendirikan UNI antara RIS dengan kerajaan Belanda. 13


Atas dasar KMB maka pada tanggal 27 Desember 1949 dibentuklah Negara RIS dengan Konstitusi RIS. Berubahnya Negara Kesatuan menjadi Negara Serikat tidak semata- mata campur tangan dari pihak luar ( PBB dan Belanda ), akan tetapi juga kondisi Indonesia yang memberikan kontribusi yaitu adanya keinginan daerah-daerah untuk membentuk Negara/ memisahkan diri dari Negara kesatuan dan membentuk Negara sendiri serta mereka tidak puas terhadap kebijakan pemerintah pusat dan pemerintah pusat tidak adil, yang pada akhirnya banyak daerah-daerah melakukan pemberontakan.


Disamping itu Belanda telah berhasil dan makin banyak daerah-daerah membentuk Negara antara lain :

1.      Negara Indonesia Timur tahun 1946

2.      Negara Pasundan termasuk Distrik Jakarta

3.      Negara Jawa Timur 16 Nopember 1948

4.      Negara Madura 23 Januari 1948

5.      Negara Sumatra Timur 24 Januari 1948

6.      dan Negara Sumatra Selatan

7.      Negara yang sedang dipersiapkan adalah :

1. Kalimantan Timur

2.Dayak Besar

3. Banjar

4. Kalimantan Tenggara

5. Bangka

6. Belitung

7. Riau

8.  dan Jawa Tengah


 13 Dasril Radjab, Op. Cit., hlm. 96.


Naskah Konstitusi RIS disusun oleh delegasi kedua belah pihak. Negara RIS terdiri dari 16 negara bagian dan Ibu Kota Negara Indonesia adalah Jogyakarta dengan Kepala Negara RIS Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta diangkat sebagai Perdana Menteri. Dalam Konstitusi RIS dikenal adanya Senat yang merupakan wakil dari Negara-negara bagian dan sikap Negara bagian 2 orang dengan hak suara satu.


4.        Periode Berlakunya UUD Sementara ( 17 Agustus 1950 s.d. 5 Juli 1959 )


Pada masa Konstitusi RIS, Negara-negara bagian makin sulit diatur dan kewibawaan pemerintah Negara federasi semakin berkurang sedangkan Indonesia sendiri dari berbagai ragam suku bangsa, adat-istiadat, pulau-pulau dan bahasa, maka rakyat di daerah-daerah sepakat  untuk kembali ke bentuk Negara kesatuan.


Kemudian diadakan perundingan antara Negara-negara serikat dengan RI Jogyakarta yang menetapkan bahwa pasal-pasal dalam Konstitusi RIS yang bersifat federalis dihilangan dan diganti dengan pasal yang bersifat kesatuan, yang pada tanggal 19 Mei 1950 ditanda tangani Piagam Persetujuan yang menghendaki dalam waktu sesingkta-singkatnya bersama-sama melaksanakan Negara kesatuan.


Dibentuklah suatu Panitia yang bertugas membuat UUD yang baru pada 12 Agustus 1950. Rancangan UUD tersebut oleh Badan Pekerja Komite Nasional Pusat dan Dewan Perwakilan Rakyat serta Senat RIS pada 14 Agustus 1950 disahkan, dan dinyatakan mulai berlaku pada 17 Agustus 1950.

Pemberlakuan UUD 1950 ini dengan menggunakan Pasal 190, Pasal 127 a, dan Pasal191 Ayat (2) UUD RIS, maka dengan UU No. 7 Tahun 1950 Lembaran Negara RIS 1950 No.56, secara resmi UUD 1950 dinyatakan berlaku mulai 17 Agustus 1950. Adapun isi dari ketentuan meliputi dua hal, yakni:

1)      Indonesia kembali menjadi negara kesatuan dengan menggunakan UUDS 1950 yang merupakan hasil perubahan dari Konstitusi RIS;

2)      Perubahan bentuk susunan negara dengan UUDS 1950 secara resmi dinyatakan berlaku mulai 17 Agustus 1950. 14



14 M. Mahfud M.D.,Dasar dan Struktur Ketatanegaraan Indonesia, hlm. 56

Pada tanggal 17 Agustus 1950 Indonesia resmi kembali menjadi Negara Kesatuan RI berdasarkan UUDS tahun 1950, yang pada dasarnya merupakan Konstitusi RIS yang sudahdiubah. Walaupun sudah kembali kepada bentuk Negara kesatuan, namun perbedaan antara daerah yang satu dengan daerah yang lain masih terasa, adanya ketidakpuasan, adanya menyesal dan ada pula yang setuju yang pada akhirnya timbul pemberontakan separatisme misalnya :


1.      APRA ( Angkatan Perang Ratu Adil ) di Bandung 23 Januari 1950.

2.      Pemberontakan Andi azaz Cs. Di Makasar 5 april 1950

3.      Pemberontakan RMS di ambon 25 april 1950.

4.      Pemberontakan Ibnu Hajar Cs. Di Kalimantan Selatan 10 Oktober 1950

5.      Pemberontakan DI/ TII, Kahar Muzakar di Sulawesi Selatan 17 agustus 1951

6.      Pemberontakan Balaion 426 Jawa Tengah 1 Desember 1951

7.      Peristiwa Dewan banteng Sumatra Barat 20 Desember 1956

8.       Pemberontakan PRRI ( Pemerintah Revolusioner Republik Indobnesia ) 15 Februari 1959

9.       Permesta ( Pejuangan Rakyat Semesta ) 15 Pebrauari 1958.


Badan Konstituante bersama-sama pemerintah harus segera menyusun UUD Indonesia untuk menggantikan UUDS tahun 1950 ( Pasal 134 ), kemudian Desember 1955 diadakan Pemilihan Umum untuk memilih anggota Konstituante dengan dasar UU No. 7 tahun 1953 yang menyatakan :

1. Perubahan Konstitusi menjadi UUDS tahun 1950

2. Merelakan UUDS tahun 1950 mulai berlaku tanggal 17 Agustus 1950

3. Terbentuknya Konstituante diresmikan di Kota Bandung 10 Nopember 1956


Konstituante yang dibentuk dari hasil Pemilu, yang telah bersidang selama kurang lebih 2,5 tahun belum dapat menyelesaikan tugasnya membuat UUD. Untuk mengatasi hal tersebut, maka pada tanggal 22 April 1959 atas nama pemerintah, presiden memberikan amanat di depan sidang pleno konstituante yang berisi anjuran agar konstituante menetapkan saja UUD 1945 sebagai UUD yang tetap bagi negara RI. Setelah diberikan tenggang waktu,konstituante belum juga mampu menyusun UUD.


Dengan demikian, situasi di tanah air sedemikian rupa sehingga dikhawatirkan akan terjadi disintegrasi dan perpecahan. Sebagai tindak lanjutnya pada Minggu, 5 Juli 1959 pukul 17.00 WIB, di istana negara presiden mengeluarkan dekrit, yang berisi:

1)  Pembubaran konstituante

2) Menetapkan UUD 1945 berlaku lagi bagi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, terhitung mulai hari tanggal penetapan dekrit ini dan tidak berlakunya lagi UUDS 1950; dan

3)  Pembentukan MPRS yang terdiri atas anggota DPR ditambah dengan utusan-utusan daerah dan golongan serta pembentukan DPA Sementara.


   Dekrit Presiden 5 Juli 1959 telah disetujui oleh DPR hasil Pemilu tahun 1959 secara aklamasi tanggal; 22 Juli 1959, yang kemudian dikukuhkan oleh MPRS dengan Ketetapan No. XX/MPRS/1966.


5.      Periode Berlakunya Kembali UUD 1945


a.      Periode Orde Lama

Periode ini biasa disebut juga Era Orde Lama dengan “Demokrasi Terpimpin” Konsep Demokrasi Terpimpin dari Bung Karno diterima sebagai dasar penyelenggaraan Negara yang ditetapkan dalam TAP MPRS No. VIII/1965. Demokrasi Terpimpin adalah musyawarah untuk mufakat dan apabila tidak tercapai, maka persoalan itu diserahkan pada pimpinan untuk mengambil keputusan. Atas dasar Demokrasi Terpimpin semua bidang dalam ketata negaraan serba terpimpin.


Dengan berlakunya kembali UUD 1945 berdasarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959,maka pelaksanaannya tidak sesuai bahkan banyak terjadi penyimpangan antara lain :

1. Lembaga-lembaga Negara yang ada bersifat sementara

2. Pengangkatan Presiden Soekarno sebagai Presiden Seumur Hidup dengan TAP MPRS No. III tahun 1963.


Pada masa itu banyak terjadi penyimpangan-penyimpangan didalam bidang politik yang pada puncaknya, meledaknya kasus pemberontakan G30S PKI, yang sampai saat ini masih dalam perdebatan. Peristiwa G30S PKI menimbulkan banyak kekacauan social budaya dan tidak stabilnya politik dan hukum ketatanegaraan Indonesia yang kemudian dikeluarkannya Surat Perintah dari Presiden Soekarno kepada Letnan Jenderal Soeharto yaituSurat Perintah 11 Maret 1966, oleh MPRS untuk mengambil segala tindakan dalam menjaminkeamanan dan ketentraman masyarakat serta stabilitas jalannya pemerintahan, pada saat itu dianggap bahwa Presiden Soekarno “sudah berhenti”. Sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 8 UUD 1945,”  Jika Presiden mangkat, berhenti, atau tidak dapat melakukan kewajibannyadalam masa jabatannya, ia diganti....” Ketentuan tersebut dijadikan alasan dikeluarkannya ketetapan MPRS No. XXXIII/MPRS/1967 tentang Pencabutan Kembali KekuasaanPemerintah Negara dari Tangan Presiden Soekarno. 15


Kata sementara pada MPRS merupakan penunjuk bahwa lembaga tertinggi negara ini belum dibentuk dari hasil pemilu, walaupun demikian MPRS tetap dapat disebut sebagai penjelmaan seluruh rakyat Indonesia. Terbukti dalam masa kerjanya dari 1960-1968 MPRS telah mengeluarkan 44 ketetapan yang sah secara hukum guna mengatur penyelenggaraan pemerintahan negara.

Proses rekrutmen lembaga perwakilan rakyat baru dapat dilakukan pada Pemilu yang dilaksanakan pada tanggal 5 Juli 1971. Berdasarkan itu keanggotaan MPR terdiri dari utusan daerah dan anggota DPR dari partai politik dan golongan karya ditambah dengan anggota anggota DPR yang diangkat dari unsur ABRI.


Selanjutnya dalam beberapa kali pemilu Soeharto dipertahankan menjadi Presiden melalui Ketetapan MPR, antara lain:


1) Tap MPR No. IX/MPR/1973 Hasil Pemilu 1971

2) Tap MPR No. X/MPR/1978 Hasil Pemilu 1977

3) Tap MPR No. VI/MPR/1983 Hasil Pemilu 1982

4) Tap MPR No. V/MPR/1988 Hasil Pemilu 1987

5) Tap MPR No. IV/MPR 1993 Hasil Pemilu 1992


15 Inu Kencana Syafiie, Op. Cit., hlm. 43


b.            Periode Orde Baru


Orde Baru berarti suatu tatanan kehidupan bangsa Indonesia yang berlandaskan, danakan melaksanakan secara murni dan konsekuen, nilai-nilai luhur Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Istilah ini diciptakan setelah gagalnya pemberontakan G30S PKI pada tanggal 30 September 1965.


Perjalanan ketatanegaraan dibawah rezim Soeharto di akhir-akhir kekuasaannya telah melahirkan ketidakseimbangan dan ketidakadilan kepada kehidupan berbangsa dan bernegara. Di bidang hukum justru digunakan untuk memupuk kekuasaan dan kekayaan pribadi. Dengan kata lain, selama kurun waktu 1966-1998 telah melahirkan hukum yang deskriminatif, sementara KKN terus mewarnai kehidupan dalam bernegara. Hukum dimanipulasi menjadi  hamba sahaya segelincir penguasa dan pengusaha, pemanipulasi ini terjadi karena, Presiden Soeharto menguasai nyaris semua kekuasaan negara.16

Mengapa demikian? Persoalan utama dari negara hukum Indonesia terletak pada aturan dasar negara yaitu UUD 1945. Konstitusi yang dipersiapkan dalam jangka waktu tidak kurang dari 20 hari kerja ini, adalah dokumen yang jauh dari sempurna untuk menjamin lahirnya negara hukum yang demokratis. MPR hadir sebagai parlemen super, yang mempunyai kekuasaan tak terbatas; presiden tidak hanya menjalankan kekuasaan pemerintahan, tetapi juga memegang kekuasaan membuat undang-undang; perlindungan hak asasi manusia sangat minim.


Presiden Soeharto memanfaatkan betul kelemahaan UUD 1945 itu. Dengan menguasai proses rekrutmen MPR, melalui rekayasa undang-undang susunan dan kedudukan parlemen. Tidak adanya forum dan mekanisme hukum untuk menginterpretasi aturan konstitusi, dan menguji peraturan perundangan terhadap konstitusi, menyebabkan kekuasaan nyata Soeharto semakin lepas kendali. Pada kenyataannya, interpretasi Soeharto atas konstitusilah yang berlaku. Salah satu akibatnya, proses suksesi presiden, sebagai syarat lahirnya kepemimpinan yang demokratis, tidak berjalan.


16 Denny Indrayana,”Negara Hukum Pasca-Soeharto: Transisi Menuju Demokrasi vs Korupsi”,  Jurnal konstitusi, Mahkamah Konstitusi RI Vol. 1, Juli 2004, hlm. 103.

Melihat situasi yang dirasa semakin menjadi dengan hegemoni rezim tersebutmemompa semangat kaum reformis untuk bangkit, sehingga menghasilkan pelengseran terhadap penguasa Presiden Soeharto 21 Mei 1998 dari kekuasaannya selama 30 tahun. Berdasarkan konstitusi, maka wakil presiden yang dalam hal ini B. J. Habibie naik sebagai Presiden RI menggantikan Presiden Soeharto sampai habis masa jabatannya.


Atas dasar Surat Perintah 11 Maret 1966 (SUPERSEMAR), merupakan akar awal jatuhnya Presiden Soekarno dan tampak kekuasaan Negara dipegang oleh Jenderal Soeharto. Dalam kepemimpinan Jenderal Soeharto penyelenggaraan pemerintahan dan kehidupan demokrasi menitik beratkan pada kestabilan politik dan keamanan Negara. Beberapa hal yang menonjol dalam Pemerintahan Soeharto atau dekenal dengan Era Orde Baru adalah :


1.         Demokrasi Pancasila

2.         Adanya Konsep Dwifungsi ABRI

3.         Adanya Golongan Karya

4.         Kekuasaan ditangan Eksekutif/ Penumpukkan kekuasaan.

5.         Adanya system pengangkatan dalam lembaga-lembaga perwakilan

6.         Penyederhanaan Partai Politik

7.         Adanya rekayasa dalam Pemilihan Umum, Soeharto tetap menjadi Presiden untuk beberapa kali.


6.      Periode Reformasi (21 Mei 1998-Sekarang )

Gerakan reformasi tahun 1998 dan Presiden Soeharto meletakkan jabatannya tanggal 20 Mei 1998 digantikan oleh Wakil Presiden B.J. Habibie. Reformasi menghendaki suatu perubahan yang pada akhirnya penggantian berbagai peraturan perundang-undangan, yang tidak sesuai dengan alam demokrasi dan prinsip-prinsip kedaulatan rakyat terutama mengadakan amandemen UUD 1945 sebanyak empat kali. Setelah amandemen ke IV UUD 1945, maka sistem ketatanegaraan Republik Indonesia adalah sebagai berikut:

1. NKRI harus tetap dipertahankan.

2. Kedaulatan ada di tangan rakyat

3. Presiden dan Wakil Presiden dipilih langsung oleh rakyat

4. Negara Republik Indonesia adalah Negara Hukum

5. Sistem Pemerintahan adalah Presidensiil

6. Sistem Parlemen menggunakan Bikanural System, yaitu terdiri dari DPR dan DPD.

7. Sistematika UUD 1945 terdiri dari Pembukaan dan Pasal-pasal.

8. MPR tidak lagi menjadi lembaga tertinggi Negara.

9. Hubungan organisasi pemerintahan dalam garis vertical dengan asas desentralisasi dengan otonomi luas.

10. Adanya lembaga-lembaga baru yaitu, Mahkamah Konstitusi dan Komisi Yudisial dalam UUD 1945.Amendemen UUD 1945, yaitu:

1) UUD 1945 dan Perubahan I (19 Oktober 1999 s/d 18 Agustus 2000)

2) UUD 1945 dan Perubahan I dan II (18 Agustus 2000 s/d 9 November 2001)

3) UUD 1945 dan Perubahan I, II dan III (9 November 2001 s/d 10 Agustus 2002

4) UUD 1945 dan Perubahan I, II, III dan IV (10 Agustus 2002 sampai sekarang). 17


Hasil amandemen konstitusi mempertegas deklarasi negara hukum, dari semula hanya ada didalam penjelasan, menjadi bagian dari Batang Tubuh UUD 1945.18 Konsep pemisahan kekuasaan ditegaskan. MPR tidak lagi mempunyai kekuasaan yang tak terbatas. Presiden tidak lagi memegang kekuasaan membentuk undang-undang, tetapi hanya berhak mengajukandan membahas RUU. 19 Kekuasaan diserahkan kembali kepada lembaga yang berhak, DPR. Lebih jauh, untuk beberapa hal khususnya yang berkaitan dengan isu regional Dewan Perwakilan Daerah (DPD), dibentuk dan dilibatkan dalam proses legislasi. 20


 Dasar hukum sistem Pemilu diatur, setelah sebelumnya sama sekali tidak disebutkan dalam UUD 1945. Akuntabilitas angota parlemen diharapkan semakin tinggi, karena semua anggota DPR dan DPD dipilih oleh rakyat. Pemilu langsung juga diterapkan bagi presiden dan wakil presiden. Periodisasi lembaga kepresidenan dibatasi secara tegas. Seseorang hanya dapat dipilih sebagai presiden maksimal dalam dua kali periode jabatan. Namun, control partai politik yang memonopoli pengajuan calon presiden dan wakil presiden, dan tidak dimungkinkannya calon presiden independen, merupakan salah satu unsur yang mengurangi nilai kelangsungan pemilihan presiden oleh rakyat.



17 Azyumardi Azra dalam Tim ICCE, Op. Cit., hlm 102.

18 Pasal 1 Ayat (2) UUD 1945.

19 Pasal 5 Ayat (1) dan 20 Ayat (2) UUD 1945.

20 Pasal 22D UUD 1945

Akuntabilitas politik melalui proses rekrutmen anggota parlemen dan presiden yang langsung, diperkuat lagi dengan sistem pemberhentian mereka jika melakukan tindakan-tindakan yang melanggar hukum dan konstitusi. Meski, aturan inpeachment presiden lebih perinci dibandingkan pemecatan anggota parlemen yang penjabarannya diatur dalam undang-undang.


Kekuasaan kehakiman yang mandiri diangkat dari penjelasan menjadi materi Batang Tubuh UUD 1945. Lebih jauh, Mahkamah Konstitusi (MK) dibentuk untuk mengawal kemurnian fungsi dan manfaat konstitusi, karenanya, salah satu kewenangan MK adalah melakukan contitutional review, menguji keabsahan aturan undang-undang bila dihadapkan kepada aturan konstitusi.


Dalam hal perlindungan hak asasi manusia (HAM), amendemen UUD 1945 memberikan jaminan yang jauh lebih komprehensif dibandingkan dengan aturan sebelum amandemen. Menurut Lindsey, perlindungan HAM pasca-amendemen impresif dan jauh lebih lengkap dibandingkan banyak negara berkembang. Meski dalam konsep Ross Clarke, polemik tentang asas non-retroaktif dalam pasal 28 (I) menyebabkan beberapa kalangan masih mengkritik aturan HAM tersebut.


Dengan demikian, secara umum hasil amandemen UUD 1945 lebih memberikan dasar konstitusi bagi lahir dan tumbuhnya negara hukum Indonesia dalam kelangsungan system ketatanegaraan kedepan. Satu hal yang perlu dicatat, bahwa amendemen UUD 1945 ini hanya dilakukan terhadap batang tubuh UUD 1945 (pasal-pasal) tetapi tidak dilakukan terhadap pembukaan UUD 1945. Terdapat asumsi bahwa mengamendemen terhadap Pembukaan UUD 1945 pada dasarnya akan mengubah negara Indonesia yang diproklamasikan pada tanggal 17 Agustus 1945. Karena Pembukaan UUD 1945 hakikatnya adalah jiwa dan ruh negara proklamasi. Dengan tidak diubahnya Pembukaan UUD 1945, maka sistematika dan rumusan Pancasila tidak mengalami perubahan. Suatu konsekuensi logis, karena dengan diubahnya Pancasila sebagai Dasar Negara, maka secara langsung akan juga mengubah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang di Proklamasiakan pada 17 Agustus 1945. Hal ini berarti pula mengubah bangunan ketatanegaraan secara fundamental.



BAB III

PENUTUP

Kesimpulan :

Proklamasi Indonesia tentunya adalah awal dari kemerdekaan Indonesia, arti proklamasi itu sendiri bagi Indonesia adalah sebagai lahirnya negara kesatuan, puncak perjuangan pergerakan kemerdekaan dan menjadi titik tolak dari pada pelaksanaan amanat penderitaan rakyat. Dengan demikian, lahirya pemerintahan Indonesia diawali dengan didirikannya BPPK dan PPKI, dari masa ke masa Indonesia telah mengalami beberapa masa dalam penyusunan ketatanegaraannya dan masa yang paling penting yaitu ketika Ir.Soekarno membacakan teks proklamasi Indonesia untuk merdeka pada tanggal 17 Agustus 1945 dengan berpatokan peraturan yang berlaku dalam UUD 1945 sebagai acuan dalam menyusun peraturan yang akan berlaku di masyarakat, inilah awal perkembangan dari sejarah ketatanegaraan Indonesia yang sampai saat ini telah memberi pengaruh besar dalam ketatanegaraan Indonesia. Sekarangpun, Indonesia telah memasuki  Masa Reformasi. Pada masa ini, Indonesia telah banyak melakukan perubahan yang telah berlaku sejak dulu yaitu dengan membuat peraturan-peraturan yang baru dan mengamandemen UUD 1945 sebanyak empat kali  .


Saran :

Penyusun menyadari makalah ini masih jauh dari kata sempurna, maka dari itu penyusun mengharap kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi makalah yang lebih baik dimasa mendatang. Semoga makalah yang kami buat dapat bermanfaat bagi penulis dan pembaca.



Daftar Pustaka


Tutik, Triwulan Titik, Konstruksi Hukum Tata Negara Indonesia Pasca-Amandemen UUD1945,Kencana, Jakarta, 2010.

 CST. Kansil, Hukum Tata Negara Republik Indonesia, PT Rineka Cipta, Jakarta,1986.

Syafiie, Inu Kencana,Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, PT Dunia Pustaka Jaya, Jakarta,1996.

Zaini, H. Abdullah,Pengantar Hukum Tata Negara,Pustaka Sinar Harahap, Jakarta, 1991.

www.wikipedia.com.

Djamali, R. Abdoel. 2010. Pengantar Hukum Indonesia. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Joeniarto. 1990. Sejarah Ketatanegaraan Republik Indonesia. Yogyakarta: Bumi Aksara.

Kusnardi & Harmaly. 1983. Pengantar Hukum Tata Negara Indonesia. Jakarta: Pusat Studi HTN, FHUI. Konstitusi Republik Indonesia Serikat Tahun 1949

Soehini. 1992. Hukum Tata Negara: Sejarah Ketatanegaraan Indonesia. Yogyakarta: Liberty.

Hasan Zaini Z, S.H.,1974. Pengantar Hukum Tata Negara Indonesia. Alumni Bandung.

Rozikin Daman, Drs., 1993. Hukum Tata Negara ( Suatu Pengantar).Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.




Contoh Makalah Hukum Pidana Tentang Macam-Macam Delik ( Tindak Pidana )

3 comments

KATA PENGANTAR


Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT Tuhan Yang Maha Esa,  karena atas berkat rahmat dan hidayah-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini. Dalam makalah ini saya menjelaskan mengenai Tindak Pidana atau Delik. Makalah ini saya buat dalam rangka memperdalam matakuliah Hukum Pidana. Saya  menyadari, dalam makalah  ini masih banyak kesalahan dan kekurangan. Hal ini disebabkan terbatasnya kemampuan, pengetahuan dan pengalaman yang saya  miliki. Oleh karena itu, saya mengharapkan kritik dan saran. Demi perbaikan dan kesempurnaan. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.


Makassar, 15 Juni 2014



       Penyusun




DAFTAR ISI

Kata Pengantar ...............................................................................................................  i

Daftar isi ........................................................................................................................  ii

BAB I PENDAHULUAN .............................................................................................  1

BAB II PEMBAHASAN ..............................................................................................  2

A. Pengertian Delik ......................................................................................................  2    

B. Unsur-Unsur Delik ..................................................................................................  2

C. Jenis-Jenis Delik .....................................................................................................  5

D. Asas Delik ................................................................................................................ 7

BAB III PENUTUP ......................................................................................................  8

 Kesimpulan ..................................................................................................................  8

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................  9


BAB I

PENDAHULUAN

            Setiap Negara  tentunya mempunyai hukum masing-masing untuk menangani  kasus-kasus kejahatan yang terjadi di negaranya. Setiap kasus kejahatan tentunya berbeda-beda hukum yang akan berlaku, contohnya di Indonesia tindak kejahatan terbagai-bagi ada kejahatan yang dipandang ringan seperti mencuri ada kejahatan yang di pandang berat seperti mutilasi atau pembunuhan. oleh sebab itu, untuk mengetahui hukum yang berlaku bagi setiap tindakan kejahatan itu, harus mempelajari tentang hukum pidana yang membahas mengenai tindak pidana atau sering disebut dengan  Delik.

            Dalam delik (tindak pidana ) akan berlaku hukuman yang telah dinilainya, dalam hal ini, KUHP yang terdiri dari pasal-perpasal, dalam pasal-pasal tersebut terdapat hukuman  yang berlaku bagi siapapun yang melanggarnya atau bertentangan dengan aturan itu. Jika perbuatan yang dilakukan tidak diatur atau tidak terdapat dalam KUHP dan Undang-undang maka perbuatan itu dinilai bukan merupakan tindak pidana.

Untuk mempelajari mengenai Delik, kiranya akan lebih mudah memperoleh kejelasannya apabila terlebih dahulu dipelajari Hukum Pidana yang membahas tentang Delik secara luas maupun khusus.  Tentunya sebagai  warga Negara Indonesia kita di harapkan untuk mengetahui bagaimana hukum di Indonesia sehingga dapat membangun hukum yang ada dinegara ini.


BAB II

PEMBAHASAN

A.                Pengertian Delik
Kata delik berasal dari bahasa Latin, yaitu dellictum, yang didalam Wetboek Van Strafbaar feit Netherland dinamakan Strafbaar feit. Dalam Bahasa Jerman disebut delict, dalam Bahasa Perancis disebut delit, dan dalam Bahasa Belanda disebut delict. Dalam Kamus Bahasa Indonesia, arti delik diberi batasan sebagai berikut : “perbuatan yang dapat dikenakan hukuman karena merupakan pelanggaran terhadap undang-undang; tindak pidana.” Sedangkan pengertian delik menurut para ahli yaitu :

1.      Menurut Prof Simons

      Kelakuaan yang diancam dengan pidana, yang bersifat melawan hukum, yang berhubungan dengan kesalahan dan yang dilakukan oleh orang mampu bertanggung jawab.

2.      Menurut Meoljatno

      Perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum,  larangan mana disertai ancaman (sanksi) berupa pidana tertentu bagi barangsiapa yang melanggar larangan tersebut.

3.      Menurut Teguh Prasetyo 

      Perbuatan yang melanggar hukum dilakukan dengan kesalahan oleh orang yang mampu bertanggung jawab dan pelukanya diancaman dengan pidana.

B.                 Unsur – Unsur Delik

Unsur-unsur tindak pidana dapat dibedakan setidak-tidaknya dari dua sudut pandang, yakni: a. dari sudut teoritis, dan dua dari sudut undang-undang. Teoritis artinya berdasarkan pendapat ahli hukum, yang tercermin dalam bunyi rumusannya. Sementara itu, sudut undang-undang adalah bagaimana kenyataan tindak pidana itu dirumuskan menjadi tindak pidana tertentu  dalam pasal-pasal peraturan perundang-undangan yang ada.

a.        Unsur Tindak Pidana Menurut Beberapa Teoritis

Unsur-Unsur yang ada dalam tindak pidana yaitu melihat bagaimana bunyi rumusan yang dibuatnya. Beberapa contoh, diambilkan dari batasan tindak pidana oleh teoritis yang telah dibicarakan di muka, yakni Moeljatno, R.Tresna,  dan Vos.

Menurut Moejatno, unsur tindak pidana ialah:

1)    Perbuatan

2)    Yang dilarang (oleh aturan hukum)

3)    Ancaman pidana (bagi yang melanggar larangan)

Perbuatan manusia saja yang boleh dilarang, oleh aturan hukum. Berdasarkan kata majemuk perbuatan pidana, maka pokok pengertian ada pada perbuatan itu , tapi tidak di pisahkan dengan orangnya. Ancaman (diancam) dengan pidana menggambarkan bahwa tidak mesti perbuatan itu dalam kenyataannya benar-benar dipidana. Pengertian diancam merupakan pengertian umum, yang artinya pada umumnya dijatuhi pidana. Apakah inconcerto orang yang melakukan perbuatanitu dijatuhi pidana ataukah tidak merupakan hal yang lain dari pengertian perbuatan pidana.     Dari rumusan R. Tresna di muka, tindak pidana terdiri dari unsur-unsur, yakni: 1)    Perbuatan/rangkaian perbuaatan (manusia)

2)    Yang bertentangan dengan peraturan perundang-undagan

3)    Diadakan tindakan penghukuman.

Dari unsur yang ketiga, kalimat diadakan penghukuman, terdapat pengertin bahwa seolah-olah setiap perbuatan yang dilarang itu selalu diikuti oleh penghukuman (pemidanaan), berbeda dengan Moejatno, karena kalimat diancam pidana berarti perbuatan itu tidak selalu dan tidak dengan demikian dijatuhi pidana. Walaupun mempunyai kesan bahwa setiap perbuatan yang bertentangan dengan undang-undang selalu diikuti dengan pidana, namun dalam unsur-unsur itu tidak terdapat kesan perihal syarat-syarat (subjektif) yang melekat pada orangnya untuk dapat dijatuhkan pidana.

Menurut batasan yang dibuat oleh Vos, maka unsur-unsur tindak pidana, yakni: 1)    Kelakuan manusia

2)    Diancam dengan pidana

3)    Dalam peraturan perundang-undangan

Dapat dilihat bahwa pada unsure-unsur dari tiga batasan penganut paham dualisme tersebut, tidak ada perbedaan, yakni bahwa  tindak pidana itu adalah perbuatan manusia yang dilarang, dimuat dalam undang-undang, dan diancam pidana bagi yang melakukannya. Dari unsur-unsur yang ada jelas terlihat bahwa unsur-unsur tersebut tidak menyangkut diri si pembuat atau dipidannya pembuat, semata-mata mengenai perbuatannya.

b.    Unsur Rumusan Tindak Pidana dalam Undang-Undang

Buku 11 KUHP memuat rumusan-rumusan perihal tindak pidana  tertentu yang masuk dalam kelompok kejahatan, dan buku 111 memuat pelanggaran. Ternyata ada unsur yang selalu  disebutkan dalam setiap rumusan. Yakni mengenai tingkah laku atau perbuatan walaupun ada perkecualian seperti Pasal 351 (penganiayaan). Unsur kesalahan dan melawan hukum kadang-kadang dicantumkan, dan sering kali juga tidak dicantumkan. Sama sekali tidak dicantumkan mengenai unsur kemampuan bertanggung jawab. Di samping itu, banyak mencantumkan unsur-unsur yang lain baik sekitar atau mengenai objek kejahatan maupun perbuatan secara khusus untuk rumusan tertentu.

Dari rumusan-rumusan tindak pidana tertentu dalam KUHP itu dapat diketahui adanya 11 unsur tindak pidana yakni:

1)    Unsur tingkah laku

2)    Unsur melawan hukum

3)    Unsur kesalahan

4)    Unsur akibat konstitutif

5)    Unsur keadaan yang menyertai

6)    Unsur syarat tambahan untuk dapatnya dituntut pidana

7)    Unsur syarat tambahan untuk memperberat pidana

8)    Unsur syarat tambahan untuk dapatnya dipidana

9)    Unsur objek hukum tindak pidana

10)    Unsur kualitas subjek hukum tindak pidana

11)    Unsur syarat tambahan untuk memperingan pidana.

Dari 11 unsur itu, dianataranya dua unsur, yakni kesalahan dan melawan hukum yang termasuk unsur subjektif, sedangkan selebihnya berupa unsur objektif. Unsur melawan hukum ada kalanya bersifat objektif, misalnya melawan hukum perbuatan mengambil pada pencurian (362) terletak bahwa dalam mengambil itu di luar persetujuan atau kehendak pemilik (melawan hukum objektif), atau pada Pasal 251 pada kalimat tanpa izim pemerintah, juga pada pasal 253 pada kalimat menggunakan cap asli secara melawan hukum adalah berupa melawan hukum objektif. Akan tetapi,  ada juga  melawan hukum subjektif misalnya melawan hukum dalam penipuan (oplichting, 378), pemerasatan (afpersing, 368), pengancaman (afdereiging, 369 di mana disebutkan maksud untuk menguntungkan diri atau orang lain secara melawan hukum. Begitu juga unsur melawan hukum pada perbuatan memiliki dalam penggelapan (372) yang bersifat subjektif, artinya terdapat kesadaran bahwa memiliki benda orang lain yang ada dalam kekuasaann yaitu merupakan celaan masyarakat. Sedangkan menurut rumusan Delik yang terdapat dalam KUHP, maka dapat diketahui ada dua unsur delik yaitu:

1)    Unsur perbuatan (unsur obyektif), yaitu

a)    Mencocokan rumusan delik

b)    Melawan hukum (tidak ada alasan pembenar)

2)    Unsur pembuat (unsur subyektif), yaitu:

a)    Adanya kesalahan (terdiri dari dolus atau culpa);

b)    Dapat dipertanggungjawabkan )tidak ada alasan pemaaf).

Terhadap perbuatan Delik dapat dibedakan menjadi dua bentuk, yaitu kejahatan dan pelanggaran. Kejahatan (misdrijven) menunjuk kepada suatu perbuatan yang menurut nilai-nilai kemasyarakatan dianggap sebagai perbuatan tercela, meskipun tidak diatur dalam ketentuan undang-undang  Sedangkan pelanggaran menunjuk pada perbuatan yang oleh masyarakat dianggap bukan sebagai perbuatan tercela, tetapi dianggapnya sebagai perbuatan Delik karena ditentukan oleh undang-undang.

C.             Jenis-jenis Delik

1.      Delik Kejahatan adalah delik yang tercantum dalam buku II KUHP. Kasus pembunuhan berencana tersebut diatur dalam pasal 340 KUHP yang berada dalam buku II KUHP tentang kejahatan, sehingga kasus tersebut digolongkan dalam delik kejahatan.

2.      Delik Materil adalah tindak pidana yang rumusannya melarang suatu perbuatan/tindakan dengan mempersoalkan akibatnya. Kasus tersebut merupakan kasus pembunuhan, dimana selesainya tindak pidana setelah sudah dilakukannya pembunuhan tersebut dengan mempersoalkan akibatnya yaitu hilangnya nyawa seseorang.

3.      Delik Komisionis adalah tindakan aktif (active handeling) yang dilarang untuk pelanggarannya diancam pidana. Kasus tersebut merupakan delik yang dilarang dilakukan, sebagaimana tertera dalam Pasal 340 KUHP tentang pembunuhan dengan dipikirkan lebih dulu. Pembunuhan berencana ini merupakan perbuatan yang dilarang dilakukan

4.      Delik dolus (sengaja) adalah suatu kehendak atau keinginan untuk melaksanakan suatu tindakan yang didorong oleh pemenuhan nafsu (motif). Dalam kasus pembunuhan tersebut, pelaku sudah menyiapkan martil dan memukulkannya dengan sengaja untuk mengetahui apakah korban kebal atau tidak dan menyebabkan korban tewas.

5.      Delik Biasa adalah suatu tindak pidana yang penuntutannya bisa dilakukan bila dilaporkan atau karena tertangkap tangan. Kasus pembunuhan tersebut bisa dilaporkan siapa saja dan laporan tersebut tidak dapat dicabut kembali dimana bahkan tidak perlu adanya laporan sebab polisi dapat menyelesaikan delik tersebut, serta delik laporan pembunuhan ini tidak dapat diselesaikan di luar pengadilan / berdamai.

6.      Delik dikualivisir adalah merupakan delik yang dilakukan memiliki unsur memberatkan pidana. Kasus pembunuhan tersebut dilakukan dengan perencanaan sehingga termasuk dalam delik yang memberatkan. Selain itu tindakan yang dilakukan tersangka setelah membunuh adalah memakan organ dalam tubuh korban, dimana menurut KUHP Federasi Rusia, bahwa pembunuhan dengan tujuan memperoleh organ atau jaringan tubuh, termasuk kedalam pemberatan pidana delik pembunuhan, dapat dinyatakan berlaku di Indonesia, sebab gejala pembunuhan kejam seperti itu terjadi juga di Indonesia (menurut pendapat Prof.Dr.Andi Hamzah dalam buku delik-delik tertentu (special delicten) di dalam KUHP).

7.      Delik Selesai adalah delik tersebut sudah selesai ketika delik itu terjadi.  Kasus pembunuhan tersebut, dilaksanakan seketika yaitu memukul dengan martil dan langsung selesai, tidak berlangsung terus menerus.

8.      Delik Communa adalah delik yang bisa dilakukan oleh siapa saja tanpa terbatas oleh kualifikasi/golongan. Kasus penganiayaan tersebut, sebagaimana yang tertera pada Pasal 340 KUHP, dapat dilakukan oleh siapapun (WNI, WNA, atau tidak memiliki kewarganegaraan) tanpa tersbatas seseorang tersebut berasal dari golongan tertentu (Militer, Pegawai Negeri, dan lainnya) atau bukan

9.      Delik Mandiri adalah delik yang dilakukan hanya satu kali saja. Kasus tersebut adalah pembunuhan yang hanya dilakukan satu kali selesai tanpa berlanjut.

10.  Delik tunggal adalah delik yang tidak dilakukan berulang-ulang sebagai mata pencaharian (lawan dari delik berangkai).



D.                Asas – asas Delik

Adapun asas yang diatur dalam KUHP sebagai berikut :

1.      Asas menurut waktu.

Dalam pasal 1 KUHP ada tiga asas yang dianut antara lain :

a.          Asas bahwa hukum pidana hanya bersumber pada undang-undang atau hukum tertulis.

b.         Asas bahwa undang-undang hukum pidana tidak boleh berlaku surut.

c.    Asas bahwa hukum pidana tidak boleh ditafsirkan secara analogi.

2. Asas Menurut Tempat

Asas berlakunya hukum pidana menurut tempat bermanfaat dan berguna untuk mengetahui sampai dimanakah berlakunya UU hukum pidana dalam suatu Negara, apakah terhadap seseorang berlaku KUHP atau hukum asing.



BAB III

PENUTUP


Kesimpulan  :

  Hukum pidana adalah aturan/kaedah/norma- norma yang belaku dalam suatu Negara. Sedangkan Delik atau tindak pidana adalah perbuatan yang dapat dikenakan hukuman karena merupakan pelanggaran terhadap undang-undang. Unsur-unsur tindak pidana dapat dibedakan setidak-tidaknya dari dua sudut pandang, yakni: pertama dari sudut teoritis, dan dua dari sudut undang-undang. Teoritis artinya berdasarkan pendapat ahli hukum, yang tercermin dalam bunyi rumusannya. Sementara itu, sudut undang-undang adalah bagaimana kenyataan tindak pidana itu dirumuskan menjadi tindak pidana tertentu  dalam pasal-pasal peraturan perundang-undangan yang ada. Jenis-jenis delik terbagi menjadi 10 diantaranya yaitu : delik tentang kejahatan, adapun asas yang diatur dalam KUHP yaitu asas menurut waktu dan tempat.



DAFTAR PUSTAKA


www.wikipedia.com. Delik ( Tindak Pidana)


A.Z. Abidin Farid dan A. Hamzah, Bentuk-Bentuk Khusus Perwujudan Delik (Percobaan,

 Penyertaan, dan Gabungan Delik) dan Hukum Penitensier, 2008, PT Raja Grafindo Persada : Jakarta


Drs. P.A.F. Lamintang, S.H. , Dasar – Dasar Hukum Pidana Indonesia. 1997, Citra Aditya : Jakarta.


Drs. Adami Chazawi, S.H , Pelajaran Hukum Pidana Bagian 3. 2002, PT Raja Grafindo : Jakarta.


Moeljatno, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, 2008, PT Bumi Aksara : Jakarta







Contoh Makalah Hukum Adat Tentang Kehidupan Suku Dayak

3 comments
Kata Pengantar

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT Tuhan Yang Maha Esa,  karena atas berkat rahmat dan hidayah-Nya saya dapat menyelesaikan makalah ini. Dalam makalah ini saya menjelaskan mengenai kebiasaan dalam kebudayaan suku dayak. Makalah ini dibuat dalam rangka memperdalam matakuliah tentang Hukum Adat dengan mempelajari kebudayaan masyarakat yang ada di Indonesia. Saya  menyadari, dalam makalah  ini masih banyak kesalahan dan kekurangan. hal ini disebabkan terbatasnya kemampuan, pengetahuan dan pengalaman yang saya  miliki. Oleh karena itu, saya mengharapkan kritik dan saran. Demi perbaikan dan kesempurnaan. Semoga Makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Makassar, 17 April 2014


Penyusun

DAFTAR ISI

Kata Pengantar
Daftar isi

BAB I    PENDAHULUAN

1.1    Latar Belakang
1.2    Rumusan Masalah
1.3    Tujuan

BAB II     PEMBAHASAN

2.1  Letak Geografis
2.2  Persebaran Suku-Suku Dayak di Pulau Kalimantan
2.3 Pengertian Suku Dayak
2.4 Sejarah Suku Dayak Maanyan
2.5 Tradisi  Penguburan Suku Dayak Maanyan
2.6 Proses Penguburan Suku Dayak Maanyan
2.7 Galery Suku Dayak Maanyan

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan
3.2  saran

DAFTAR PUSTAKA

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Suku Dayak sebagaimana suku bangsa lainnya, memiliki kebudayaan atau adat-istiadat tersendiri yang pula tidak sama secara tepat dengan suku bangsa lainnya di Indonesia. Adat-istiadat yang hidup di dalam masyarakat Dayak merupakan unsur terpenting, akar identitas bagi manusia Dayak. Kebudayaan dapat diartikan sebagai keseluruhan sistem gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik dari manusia dengan belajar (Garna, 1996).
Jika pengertian tersebut dijadikan untuk mengartikan kebudayaan Dayak maka paralel dengan itu, kebudayaan Dayak Maanyan adalah seluruh sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia Dayak Maanyan dalam rangka kehidupan masyarakat Dayak yang dijadikan milik manusia Dayak dengan belajar. Ini berarti bahwa kebudayaan dan adat-istiadat yang sudah berurat berakar dalam kehidupan masyarakat Dayak Maanyan, kepemilikannya tidak melalui warisan biologis yang ada di dalam tubuh manusia Dayak, melainkan diperoleh melalui proses belajar yang diwariskan secara turun-temurun dari generasi ke generasi.
Berdasarkan atas pengertian kebudayaan tersebut, bila merujuk pada wujud kebudayaan sebagaimana yang dikemukakan Koentjaraningrat, maka dalam kebudayaan Dayak juga dapat ditemukan ketiga wujud tersebut yang meliputi: Pertama, wujud kebudayan sebagai suatu himpunan gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan-peraturan. Wujud itu merupakan wujud hakiki dari kebudayaan atau yang sering disebut dengan adat, yang berfungsi sebagai tata kelakuan yang mengatur, mengendalikan dan memberi arah kepada perilaku manusia Dayak,.Tampak jelas di dalam berbagai upacara adat yang dilaksanakan berdasarkan siklus kehidupan, yakni kelahiran, perkawinan dan kematian, juga tampak dalam berbagai upcara adat yang berkaitan siklus perladangan; Kedua, wujud kebudayaan sebagai sejumlah perilaku yang berpola, atau lazim disebut sistem sosial. Sistem sosial itu terdiri dari aktivitas manusia yang berinteraksi yang senantiasa merujuk pada pola-pola tertentu yang di dasarkan pada adat tata kelakuan yang mereka miliki, hal ini tampak dalam sistem kehidupan sosial orang Dayak yang sejak masa kecil sampai tua selalu dihadapkan pada aturan-aturan mengenai hal-hal mana yang harus dilakukan dan mana yang dilarang yang sifatnya tidak tertulis yang diwariskan secara turun temurun dari generasi ke generasi sebagai pedoman dalam bertingkah laku bagi masyarakat Dayak; Ketiga, wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya manusia, yang lazim disebut kebudayaan fisik, berupa keseluruhan hasil karya manusia Dayak, misalnya seperti rumah panjang dan lain-lain. Berdasarkan atas pemahaman itu, maka kebudayaan Dayak sangat mempunyai makna dan peran yang amat penting, yaitu merupakan bagian yang tak terpisahkan dari proses kehidupan orang Dayak. Atau dengan kata lain kebudayaan Dayak Maanyan dalam perkembangan sejarahnya telah tumbuh dan berkembang seiring dengan masyarakat Dayak sebagai pendukungnya.
Dewasa ini, seiring dengan perkembangan dan perubahan zaman, kebudayaan Dayak juga mengalami pergeseran dan perubahan. Hal ini berarti bahwa kebudayaan Dayak itu sifatnya tidak statis dan selalu dinamik; meskipun demikian, sampai saat ini masih ada yang tetap bertahan dan tak tergoyahkan oleh adanya pergantian generasi, bahkan semakin menunjukkan identitasnya sebagai suatu warisan leluhur.
Dalam makalah ini bermaksud untuk mengupas kebudayaan yang terdapat dalam masyarakat Dayak Maanyan dan memperkenalkannya salah satunya yaitu ‘’ Proses Penguburan Suku Dayak Ma’anyan.’’

1.2 Rumusan Masalah
1.    Bagaiman Persebaran Suku-Suku Dayak di Pulau Kalimantan?
2.    Bagaimana Sejarah Suku Dayak Maanyan?
3.    Bagaimana Tradisi dan Proses Penguburan Suku Dayak Maanyan?
1.3 Tujuan
1.    Mengetahui Persebaran Suku-Suku Dayak di pulau Kalimantan
2.    Mengetahui Letak dan Sejarah Suku Dayak Maanyan
3.    Mengetahui Tradisi dan Proses Penguburan Suku Dayak Maanyan

BAB II
PEMBAHASAN

2.1    Geografis

Antara daratan Asia dan Australia terletak Nusa Tenggara Indonesia termasuk pulau Borneo yang oleh orang Indonesia dinamakan Kalimantan. Nama Borneo mungkin berasal dari nama Brunei dan sering digunakan untuk menamai seluruh pulau sedangkan nama Kalimantan mungkin berasal dari keadaan pulau yang punya banyak kali, banyak mas, dan banyak intan, sehingga menjadi Kalimantan. Menurut beberapa pihak lain mungkin nama Kalimantan berasal dari nama Lamanta. Lamanta adalah sagu dari pohon yang baru ditebang, yang masih mentah. Pada umumnya nama Kalimantan digunakan untuk bagian geografis tanah di bawah pemerintahan Indonesia dan West Malaysia atau nama Borneo untuk bagian di bawah pemerintahan Malaysia.

2.2    Persebaran suku-suku Dayak di Pulau Kalimantan.

Dikarenakan arus migrasi yang kuat dari para pendatang, Suku Dayak yang masih mempertahankan adat budayanya akhirnya memilih masuk ke pedalaman. Akibatnya, Suku Dayak menjadi terpencar-pencar dan menjadi sub-sub etnis tersendiri.
Kelompok Suku Dayak, terbagi dalam sub-sub suku yang kurang lebih jumlahnya 405 sub (menurut J. U. Lontaan, 1975). Masing-masing sub suku Dayak di pulau Kalimantan mempunyai adat istiadat dan budaya yang mirip, merujuk kepada sosiologi kemasyarakatannya dan perbedaan adat istiadat, budaya, maupun bahasa yang khas. Masa lalu masyarakat yang kini disebut suku Dayak, mendiami daerah pesisir pantai dan sungai-sungai di tiap-tiap pemukiman mereka.
Etnis Dayak Kalimantan menurut seorang antropologi J.U. Lontaan, 1975 dalam Bukunya Hukum Adat dan Adat Istiadat Kalimantan Barat, terdiri dari 6 suku besar dan 405 sub suku kecil, yang menyebar di seluruh Kalimantan.

2.3    Pengertian Suku Dayak

Dayak atau Daya adalah nama yang oleh penduduk pesisir pulau Borneo diberi kepada penghuni pedalaman yang mendiami Pulau Kalimantan yang meliputi Brunei, Malaysia yang terdiri dari Sabah dan Sarawak, serta Indonesia yang terdiri dari Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Selatan . Budaya masyarakat Dayak adalah Budaya Maritim atau bahari. Hampir semua nama sebutan orang Dayak mempunyai arti sebagai sesuatu yang berhubungan dengan "perhuluan" atau sungai, terutama pada nama-nama rumpun dan nama kekeluargaannya.
Ada yang membagi orang Dayak dalam enam rumpun yakni rumpun Klemantan alias Kalimantan, rumpun Iban, rumpun Apokayan yaitu Dayak Kayan, Kenyah dan Bahau, rumpun Murut, rumpun Ot Danum-Ngaju dan rumpun Punan. Namun secara ilmiah, para linguis melihat 5 kelompok bahasa yang dituturkan di pulau Kalimantan dan masing-masing memiliki kerabat di luar pulau Kalimantan:
•    "Barito Raya (33 bahasa, termasuk 11 bahasa dari kelompok bahasa Madagaskar, dan Sama-Bajau),
•    "Dayak Darat" (13 bahasa)
•    "Borneo Utara" (99 bahasa), termasuk bahasa Yakan di Filipina.
•    "Sulawesi Selatan" dituturkan 3 suku Dayak di pedalaman Kalbar: Dayak Taman, Dayak Embaloh, Dayak Kalis disebut rumpun Dayak Banuaka.
•    "Melayik" dituturkan 3 suku Dayak: Dayak Meratus/Bukit (alias Banjar arkhais yang digolongkan bahasa Melayu), Dayak Iban dan Dayak Kendayan (Kanayatn). Tidak termasuk Banjar, Kutai, Berau, Kedayan (Brunei), Senganan, Sambas yang dianggap berbudaya Melayu. Sekarang beberapa suku berbudaya Melayu yang sekarang telah bergabung dalam suku Dayak adalah Tidung, Bulungan (keduanya rumpun Borneo Utara) dan Paser (rumpun Barito Raya).

2.4 Sejarah Suku Dayak Maanyan

Suku Dayak Maanyan (olon Maanjan/meanjan) atau Suku Dayak Barito Timur merupakan salah satu dari bagian sub suku Dayak dan juga merupakan salah satu dari suku-suku Dusun (Kelompok Barito bagian Timur) sehingga disebut juga Dusun Maanyan. Suku-suku Dusun termasuk golongan rumpun Ot Danum (Menurut J.Mallinckrodt 1927) walaupun dikemudian hari teori tersebut dipatahkan oleh A.B Hudson 1967 yang berpendapat bahwa orang Maanyan adalah cabang dari "Barito Family". Mereka disebut rumpun suku Dayak sehingga disebut juga Dayak Maanyan. Suku Dayak Maanyan mendiami bagian timur provinsi Kalimantan Tengah, terutama di Kabupaten Barito Timur dan sebagian Kabupaten Barito Selatan yang disebut Maanyan I. Suku Dayak Maanyan juga mendiami bagian utara provinsi Kalimantan Selatan, tepatnya di Kabupaten Tabalong yang disebut Dayak Warukin. Dayak Balangan (Dusun Balangan) yang terdapat di Kabupaten Balangan dan Dayak Samihim yang terdapat di Kabupaten Kotabaru juga digolongkan ke dalam suku Dayak Maanyan. Suku Maanyan di Kalimantan Selatan dikelompokkan sebagai Maanyan II. Suku Maanyan secara administrasi baru muncul dalam sensus tahun 2000 dan merupakan 2,80% dari penduduk Kalimantan Tengah, sebelumnya suku Maanyan tergabung ke dalam suku Dayak pada sensus 1930.
Menurut orang Maanyan, sebelum menempati kawasan tempat tinggalnya yang sekarang, mereka berasal dari hilir (Kalimantan Selatan). Walaupun sekarang wilayah Barito Timur tidak termasuk dalam wilayah Kalimantan Selatan, tetapi wilayah ini dahulu termasuk dalam wilayah terakhir Kesultanan Banjar sebelum digabung ke dalam Hindia Belanda tahun 1860, yaitu wilayah Kesultanan Banjar yang telah menyusut dan tidak memiliki akses ke laut, sebab dikelilingi daerah-daerah Hindia Belanda. Menurut situs "Joshua Project" suku Maanyan berjumlah 71.000 jiwa.
Menurut sastra lisan suku Maanyan, setelah mendapat serangan Marajampahit (Majapahit) kepada Kerajaan Nan Sarunai, suku ini terpencar-pencar menjadi beberapa sub-etnis. Suku ini terbagi menjadi beberapa subetnis, di antaranya:
o    Maanyan Paku
o    Maanyan Paju Epat (murni)
o    Maanyan Dayu
o    Maanyan Paju Sapuluh (ada pengaruh Banjar)
o    Maanyan Banua Lima/Paju Dime (ada pengaruh Banjar)
o    Maanyan Warukin (ada pengaruh Banjar)
o    Maanyan Jangkung (sudah punah, ada pengaruh Banjar)
Keunikan Suku Dusun Maanyan, antara lain mereka mempraktikkan ritus pertanian, upacara kematian yang rumit, serta memanggil dukun (balian) untuk mengobati penyakit mereka.

2.5 Tradisi  Penguburan Suku Dayak Maanyan

Tradisi penguburan dan upacara adat kematian pada suku bangsa Dayak diatur tegas dalam hukum adat. Sistem penguburan beragam sejalan dengan sejarah panjang kedatangan manusia di Kalimantan. Dalam sejarahnya terdapat tiga budaya penguburan di Kalimantan :
•    penguburan tanpa wadah dan tanpa bekal, dengan posisi kerangka dilipat.
•    penguburan di dalam peti batu (dolmen)
•    penguburan dengan wadah kayu, anyaman bambu, atau anyaman tikar. Ini merupakan sistem penguburan yang terakhir berkembang.
Pada umumnya terdapat dua tahapan penguburan:
1.    penguburan tahap pertama (primer)
2.    penguburan tahap kedua (sekunder)
Penguburan sekunder
Penguburan sekunder tidak lagi dilakukan di goa. Di hulu sungai Bahau dan cabang-cabangnya di Kecamatan Pujungan, Malinau, Kaltim, banyak dijumpai kuburan tempayan-dolmen yang merupakan peninggalan megalitik. Perkembangan terakhir, penguburan dengan menggunakan peti mati (lungun) yang ditempatkan di atas tiang atau dalam bangunan kecil dengan posisi ke arah matahari terbit.
Masyarakat Dayak Ngaju mengenal tiga cara penguburan, yakni :
•    dikubur dalam tanah
•    diletakkan di pohon besar
•    dikremasi dalam upacara tiwah.
Prosesi penguburan sekunder
1.    Tiwah adalah prosesi penguburan sekunder pada penganut Kaharingan, sebagai simbol pelepasan arwah menuju lewu tatau (alam kelanggengan) yang dilaksanakan setahun atau beberapa tahun setelah penguburan pertama di dalam tanah.
2.    Ijambe adalah prosesi penguburan sekunder pada Dayak Maanyan. Belulang dibakar menjadi abu dan ditempatkan dalam satu wadah.
3.    wara
4.    marabia
5.    mambatur (Dayak Maanyan)
6.    kwangkai (Dayak Benuaq)
Bagi orang Dayak Maayan, kematian tidak lebih daari perpindahan kehidupan.Ritual penguburan dianggap hanya mengantarkan jiw aorang yang meninggal ke tempat peristirahatan sementara. Sedangkan rituak pembakaran tulang akan mengantarkan jiwa  ke surga.
Melalui ajaran leluhur Dayak Maayan memiliki konsep kematian yang sederhana namun sacral. Menurut mereka, kematian tidak lebih dari erpindahan kehidupan. Konsep ini masih dipeprcaya dan ditaati hingga sekarang, meskipun memerlukan biiaya yang tidak sedikit.karena untuk menghormati kematian, mereka harus menggelar ritual kematian (JU. Loontan,1975;Fridolin ukur,1992).
Ritual kematian yang digelar pada hakikatnya hanyalah mengantarkan liau (jiwa) agar sampai di tempat yang dituju, yakni lewu (surge) dan agar yidak tersesat di  tengah jalan . Dalam ritual dibacakan nyanyian oleh seorang balian ( dukun) yang bermakna dua sisi, negative dan positif. Nyanyian negative merupakan peringatan kepada liau supaya jangan tersesat, adapun positif memperlihatkan jalan yang harus di ttempuh. Ritual kematian secara tidak langsung juga berfungsi melindungi manusia yang masih hidup dari teguran dan gangguan liau-liau yang masih gentayangan ( loontan,1975).
Orang Dayak Maayan memiliki tiga  ritual selain ritual penguburan yaitu marabe, ngadatun, dan ijambe. Ritual penguburan dianggap hnaya menghantarkan liau ke bukit pasaha raung ( tempat peristirahatan sementara). Sedangkan ritual pembakaran tulang akan mengantarkan liau ke lewu liau (surga). Makam orang-orang maayan menunjukkan hierarki social tertentu. Makam kaum bangsawan terletak di hulu sungai, disusul kea rah hilir untuk makam kalangan prajurit, penduduk biasa, dan yang paling hilir adalah makam untuk kaum budak ( loontan,1975;ukur,1992)
Konsep kematian orang Dayak Maanyan tampak mencerminkan sebuah pandnagan yang sederhana namun sacral. Bagi mereka, kematian tidak lebih dari perpindahan kehidupan. Dalam bahasa local, kematian dirumuskan dengan sederhana sebagai berikut:
Mi-idar jalan, ma-alis enoi, ngalih penyui teka manusia.
Artinya:
Berpindah jalan beralih lorong,mengalihkan langkah dari dunia manusia.
Dalam rangka memindahkan kehidupan manusia yang mati ini, suku Dayak Maanyan menggelar ritual kematian yang pada hakekatnya hanyalah mengantarkan jiwa agar sampai ke tempat yang di tuju. Oleh Karen itu, nyanyian balian ketika memimpin ritual terdiri dari dua sisi yakni negatif dan positif.
Tawang kanju erang tumpalalan, angkang kedang ba ie wu jumpun hakekat;  Ada malupui laln mainsang inse, enoi esasikang piak;takut tawang ma-ulung kakenreian, umbak basikunrung bakir.
Artinya:
Agar jangan tersesat di perapatan, tertahan dihutan lebat; jangan mengikuti jalan yang berliku-liku, lorong bersimpang; seperti kaki anak ayam tersesat ke laut lepas,gelombang memukul dasyat
Sementara itu, nyanyian positif memperlihatkan jalan yang harus ditempuh. Berikut syairnya :
Lalan buka sadapa, enoi salawangan petan ; lalan banteng ue, lalan kala imasisit enoi alang ingapeleh.
Artinya :
Jalan dibuka sedepa, lorong selebar sumpitan; jalan selurus rotan ampuh, lorong yang bening bersih;jalan yang licin rata, seperti halusnya rotan diraut.
Ritual kematian secara tidak langsung juga berfungsi untuk melindungi manusia  yang masih hidup. Artinya , dengan menggelar ritual kematian, manusia yang masih hidup dibebaskan dari teguran dan gangguan dari liau-liau yang masih gentayangan. Melalui ritual kematian, liau diantarkan ke lewu liau oleh tempon telon agar bertemu dengan para leluhur.
Menurut orang Dayak Maanyan, kehidupan mendatang tidak ubahnya kehidupan sekarang ini. Oleh karena itu, terdapat syarat-syarat tertentu yang harus disiapkan oleh keluarga dan kerabat yang masih hidup dalam menggelar ritual kematian. Lengkap tidaknya syarat ritual tersebut akan menentukan kedudukan liau di lewu liau. Meskipun demikian, bagi warga suku yang miskin, bukan berarti mereka tidak dapat menggelar ritual dengan sempurna. Bagi mereka justru dapat mempersiapkan sebaik mungkin agar liau dapat pergi ke lewu liau (jiwa) dengan lancar.
Orang Dayak Maanyan memiliki tiga ritual kematian  yang dianggap sempurna yaitu marabe, ngadatun, dan ijambe. Ketiga ritual ini dilakukan setelah ritual penguburan. Ritual penguburan dianggap sebagai hanya mengantarkan liau ke bukit pasaha raung (tempat penyimpanan tulang,orang dayak ngaju menyebt sanding. Pembakaran tulang ini memiliki dua tujuan, yaitu ;
1.    Penyucian, yakni melenyapkan segala najis, kotor, kelemahan,kesialan dan sebagainya dari yang orang meninggal sehingga memperoleh kesucian tanpa cacat.
2.    Selaku detik penobatan mereka menjadi Sang Hyang. Oleh karena itu, tempat pembakaran tulang itu disebut Gunung Padudusan Hyang ( Gunung Penobatan Sang Hyang).

    Ritual pembakaran ini bersifat wajib . jika tidak, liau dikhawatirkan tidak dapat melanjutkan perjalanan ke lewu liau. Liau terpaksa bertahan di bukit psaran raung, sehingga suatu ketika mereka kehilangan daya hidup dan hilang begitu saja, di mana itu merupakan kesedihan yang berat bagi yang meninggal dan keluarganya. Oleh karena itu, keluarga dan kerabat harus mengantarkan sesaji guna memelihara daya dengan menggelar ritual pembakaran tulang. Jika dalam jangka waktu yang lama tidak dilaksanakan, konon liau akan menegur dan memperingatkan kerabatnya melalui pertanda, misalnya dengan terjadinya kecelakaan atau terkena penyakit.
    Pengetahuan orang Dayak Maanyan tentang kematian ini memiliki pengaruh sosial yang nyata dalam kahidupan , antara lain:
1.    Menghormati manusia.
Konsep ini berpengaruh terhadap sikap suku dayak maanyan terhadap manusia, khusunya yang sudah meninggal. Ritual kematian dilakukan untuk menghormati kerabat yang wafat agar jiwanya sampai ke liau (surga).
2.    Tanggungjawab sosial dan keluarga.
Konsep ini menjadikan tanggungjawab sosial keluarga semakin jelas, yaitu mereka memiliki tanggungjawab kepada keluarga dan leluhurnya yang telah meninggal dengan menggelar ritual.

2.6 Proses Penguburan Suku Dayak Maanyan

Setelah seseorang dari suku Dayak Maanyan dinyatakan meninggal maka dibunyikanlah gong beberapa kali sebagai pertanda ada salah satu anggota masyarakat yang meninggal. Segera setelah itu penduduk setempat berdatangan ke rumah keluarga yang meninggal sambil membawa sumbangan berupa keperluan untuk penyelenggaraan upacara seperti babi, ayam, beras, uang, kelapa, dan lain-lain yang dalam bahasa Dayak Maanyan disebut nindrai. Beberapa orang laki-laki pergi ke dalam hutan untuk mencari kayu bakar dan menebang pohon hiyuput (pohon khusus yang lembut) untuk dibuat peti mati. Kayu yang utuh itu dilubangi dengan beliung atau kapak yang dirancang menyerupai perahu tetapi memakai memakai tutup. Di peti inilah mayat nantinya akan dibaringkan telentang, peti mati ini dinamakan rarung.
Seseorang yang dinyatakan meninggal dunia mayatnya dimandikan sampai bersih, kemudian diberi pakaian serapi mungkin. Mayat tersebut dibaringkan lurus di atas tikar bamban yang diatasnya dikencangkan kain lalangit. Tepat di ujung kepala dan ujung kaki dinyalakan lampu tembok atau lilin. Kemudian sanak famili yang meninggal berkumpul menghadapi mayat, selanjutnya diadakan pengambilan ujung rambut, ujung kuku, ujung alis, ujung bulu mata, dan ujung pakaian si mati yang dikumpulkan menjadi satu dimasukkan ke sebuah tempat bernama cupu. Semua perangkat itu dinamakan rapu yang pada waktu penguburan si mati nanti diletakkan di atas permukaan kubur dengan kedalaman kurang lebih setengah meter.
Tepat tengah malam pukul 24.00 mayat dimasukkan ke dalam rarung sambil dibunyikan gong berkali-kali yang istilahnya nyolok. Pada waktu itu akan hadir wadian, pasambe, damang, pengulu adat, kepala desa, mantir dan sanak keluarga lainnya untuk menghadapi pemasukan mayat ke dalam rarung. Pasambe bertugas menyiapkan semua keperluan dan perbekalan serta peralatan bagi si mati yang nantinya disertakan bersamanya ke dalam kuburan. Sedangkan Wadian bertugas menuturkan semua nasihat dan petunjuk agar amirue (roh/arwah) si mati tidak sesat di perjalanan dan bisa sampai di dunia baru. Wadian di sini juga bertugas memberi makan si mati dengan makanan yang telah disediakan disertai dengan sirih kinangan, tembakau dan lain-lain.
Jika penuturan wadian telah selesai tibalah saatnya orang berangkat mengantar peti mati ke kuburan. Pada saat itu sanak keluarganya menangisi keberangkatan sebagai cinta kasih sayang kepada si mati. Menunjukkan ketidakinginan untuk berpisah tetapi apa daya tatau matei telah sampai dan rasa haru mengingat semua perbuatan dan budi baik si mati selagi berada di dunia fana.

2.7 Galery Suku Dayak Maanyan

Suku Dayak Maanyan

Penguburan dalam batu atau goa




Proses Penguburan Ijambe

Proses Penguburan Tiwah


penguburan dengan wadah kayu ( peti )



Proses Penguburan Wara


BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan 

Kehidupan dalam masyarakat banyak membawakan atau mewarisi berbagai aturan maupun kebiasaan yang harus diikuti oleh generasi-generasi penerus dari nenek moyang. Kebiaasan tersebut mulai membawakan keunikan masing- masing di dalam kelompok masyarakat yang ada di Indonesia. Adat Istiadat atau biasa di sebut kebiasaan ini merupakan kehidupan berulang-ulang yang muncul dan berkembang terus menerus sehingga di jadikan sebagai tradisi atau peristiwa penting yang wajib dipertahankan dan di ikuti oleh kelompok masyarakatnya. Oleh karena itu, tradisi dan konsep kematian suku Dayak Maanyan telah menggambarkan bahwa setiap pribadi memiliki tanggungjawab pribadi dan sosial yang tidak mudah dalam masyarakatnya. Meskipun demikian , mereka tetap menaati konsep leluhurnya dengan menerapkan di dalam kehidupan nyata.

3.2 Saran

Sebagai generasi muda kita di harapkan untuk mengetahui dan mengenal tradisi atau adat istiadat di Indonesia, terutama suku terhadap adat dari daerah kita sendiri agar kebudayaan maupun adat yang telah lama berkembang tidak punah oleh kehidupan modern seperti sekarang ini.



DAFTAR PUSTAKA
http://hurahura.wordpress.com/2011/07/16/religi-dan-makna-upacara-kematian-masyarakat-dayak/
Fridolin Ukur, ‘’ Kebudayaan Dayak’’, dalam Kalimantan Review ( Juli-Desember 1992).
J.U. Lontaan, 1975. Sejarah Hukum Adat dan Adat Istiadat Kalimantan Barat. Jakarta : Bumi Restu.
Yekni Maunati.2006. Identitas Dayak, Komodifikasi dan Politik Kebudayaan. Yogyakarta: LKIS

Contoh Makalah HAN Tentang Tugas Pemerintahan

No comments
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

    Pemerintah merupakan sesuatu yang pasti ada dalam suatu kelompok manusia atau yang disebut organisasi. Kitapun hidup dalam suatu masyarakat yang memiliki bentuk organisasi masyarakat yang terkait dengan pemerintahan. Misalnya saja dari segi kebudayaan umum pemerintah dan lembaga organisasi lain di Indonesia adalah ramah tamah dan suka berbasa-basi,serta menjujung tinggi nilai kebersamaan atau kelompok, lain halnya dengan orang barat yang tanpa basa-basi dan bersifat individualis. Kebudayaan yang kita miliki secara tidak sadar atau tidak akan mempengaruhi sikap dan perilaku kita dalam berbagai aspek kehidupan.
    Tidak berbeda dengan budaya pemerintah yang mempengaruhi masyarakatnya, maka budaya organisasi juga akan mempengaruhi sikap dan perilaku semua anggota organisasi tersebut. Budaya yang kuat dalam organisasi dapat memberikan paksaan atau dorongan kepada para anggotanya untuk bertindak atau berperilaku sesuai dengan yang diharapkan oleh organisasi. Dengan adanya ketaatan atas aturan dan juga kebijakan-kebijakan pemerintah tersebut maka, diharapkan bisa mengoptimalkan kinerja dan pelayanan di masyarakat untuk mencapai tujuan organisasi ( pemerintah) .

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa perbedaan antara pemerintah dan Pemerintahan?
2. Apa saja tugas-tugas dalam pemerintahan?
3. Bagaimana Perkembangan tugas-tugas pemerintahan?

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pemerintah dan Pemerintahan

Secara teoretik terdapat perbedaan antara pemerintah dan pemerintahan, pemerintahan ialah bestuurvoering atau pelaksana tugas pemerintah, sedangkan pemerintah ialah organ/ alat/ aparat yang menjalankan tugas pemerintahan. Pemerintahan sebagai alat kelengkapan negara dapat diartikan secara luas (in the broad sense) yang mencakup semua alat kelengkapan negara yang terdiri dari cabang-cabang kekuasaan legislatif, eksekutif, dan yudikatif. Dan dapat diatikan secara sempit (in the narrow sense) yang mencakup pemerintah hanya pada cabang kekuaaan eksekutif/alat perlengkapan negara yang diserahi tugas melaksanakan undang-undang.

2.2 Tugas-tugas dalam Pemerintahan

Tugas-tugas pemerintahan adalah tugas-tugas Negara yang dilimpahkan atau dibebankan kepada pemerintah guna mencapai tujuan Negara. Tugas Negara lainnya dipegang oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat, Legislatif ( DPR ) Mahkamah Agung dan Lembaga-lembaga Tinggi lainnya.
Tugas dan fungsi Pemerintah antara lain sebagai berikut :

1. Bidang Pemerintahan

Mengembangkan dan menegakkan Persatuan Nasional dan Territorial dengan menggunakan wibawa dan kekuasaan Negara melalui :
- Peraturan perundang-undangan
- Pembinaan masyarakat
- Kepolisian
- Peradilan

2. Bidang Administrasi Negara

Tugas ini berupa penyelengaraan atau pelaksanaan kehendak-kehendak (strategi, policy ) serta keputusan pemerintah, menyelenggarakan dan menjalankan undang-undang. Juga pengendalian situasi dan kondisi Negara,dapat mengetahui apa yang terjadi didalam masyarakat.


3. Pengurusan rumah tangga Negara

Masalah-masalah ini meliputi antara lain kepegawaian, keuangan, materiil,logistic, jaminan social, produksi, distribusi, lalu lintas angkutan dan komunikasi serta bidang kesehatan dan lain-lain.

4. Pembangunan

Tata pembangunan terdiri dari beberapa perencanaan Negara maupun daerah,penetapan pelaksanaan beserta anggarannya. Pembangunan dilakukan secara berencana baik jangka pendek maupun jangka panjang.

5. Pelestarian Lingkungan Hidup

Mengatur tata guna lingkungan, perlindungan lingkungan dan penyehatan lingkungan dan lain sebagainya.

6. Pengembangan Kebudayaan Nasional yang ada didalam masyarakat, kebudayaan daerah-daerah perlu dikembangkan.

7. Bisnis / Niaga

Bisnis bukan dagang, tetapi suatu kegiatan untuk melayani kebutuhan masyarakat atau umum misalnya dinas kebersihan kota, rumah sakit, sekolahan, juga bidang-bidang usaha negara seperti BUMN dan BUMD. Di Indonesia pemerintahan yang tertinggi dipegang oleh Presiden ( pasal 4 UUD 1954 ). Pemerintah pusat dibawah Presiden adalah Menteri dan dibawahnya adalah Direktur Jenderal, kemudian yang menjadi pemerintah secara hirarki adalah Gubernur sebagai kepala wilayah propinsi. Pemerintahan Daerah Tingkat I ( Kepala Daerah dan DPRD I),Bupati Kepala Wilayah Kabupaten, Walikotamadya Kepala, Wilayah Kotamadya,Pemerintahan Daerah Tingkat II, Walikota Kepala Kota Administratif, Camat Kepala Wilayah Kecamatan,Pemerintahan Desa ( Kepala Desa dan Lembaga Musyawarah Desa ),Pemerintahan Kelurahan.

2.1 Perkembangan Tugas-Tugas Pemerintahan

Secara alamiah, terdapat perbedaan gerak antara pembuatan undang-undang dengan persoalan-persoalan yang berkembang di masyarakat. Pembuatan undang-undang berjalan lambat, sementara persoalan kemasyarakatan berjalan dengan pesat. Jika setiap tindakan pemerintah harus selalu berdasarkan undang-undang, maka akan banyak persoalan kemasyarakatan yang tidak dapat terlayani secara wajar.
Tidak selalu setiap tindakan pemerintahan tersedia peraturan peraundang-undangan yang mengaturnya. Dapat terjadi dalam kondisi tertentu terutama ketika pemerintah harus bertindak cepat untuk menyelesaikan persoalan konkret dalam masyarakat, peraturan perundang-undangannya belum tersedia. Dalam kondisi seperti ini, kepada pemerintah diberikan kebebasan bertindak (discresionare power) yaitu melalui freies Ermessen, yang diartikan sebagai salah satu sarana yang memberikan ruang bergerak bagi pejabat atau badan-badan administrasi negara untuk melakukan tindakan tanpa harus terikat sepenuhnya pada undang-undang. Freies Ermessen diperlukan sebagai pelengkap dari Asas Legalitas yaitu asas hukum yang menyatakan bahwa setiap tindak atau perbuatan administrasi Negara harus berdasarkan ketentuan Undang-Undang. Akan tetapi tidak mungkin bagi Undang-Undang untuk mengatur segala macam kasus positif dalam praktik kehidupan sehari-hari. Oleh sebab itu, perlu adanya kebebasan dari administrasi Negara untuk menyelesaikan permasalahan yang terjadi demi kesejahteraan umum.