Ilmu adalah Pengetahuan tetapi Pengetahuan belum tentu menjadi ilmu

Friday 2 December 2016

MATERI KULIAH SURAT-SURAT BERHARGA TENTANG BILYET GIRO

No comments



Bilyet Giro

1. Dasar Hukum Bilyet Giro

Bilyet giro merupakan salah satu surat berharga yang tidak diatur dalam KUHD, melainkan tumbuh dan dipergunakan dalam praktik perbankan. Maka dari itu Bank Indonesia sebagai bank sentral mengatur penggunaan bilyet giro. Ketentuan mengenai bilyet giro diatur Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 28/32/Kep/Dir Tahun 1995 tentang Bilyet Giro selanjutnya disingkat SKBI No. 28/32/Kep/Dir Tahun 1995 tentang Bilyet Giro dan Surat Edaran Bank Indonesia No. 28/32/UPG Tahun 1995 tentang Bilyet Giro, selanjutnya disingkat SEBI No. 28/32/UPG Tahun 1995 tentang Bilyet Giro. Surat keputusan tersebut merupakan penyempurnaan dari peraturan tentang bilyet giro yang telah ada sebelumnya dan diatur dalam Surat Edaran Bank Indonesia No. 4/670/UPBB/PbB tanggal 24 Januari 1972 tentang Bilyet Giro.

Istilah bilyet giro berasal dari bahasa Belanda, bilyet artinya surat dan giro artinya simpanan nasabah pada bank yang pengambilannya dapat dilakukan setiap saat dengan menggunakan cekatau pemindahbukuan. Pengambilan dengan pemindahbukuan itu menggunakan bilyet giro.
 
Menurut pasal 1 butir (d) SKBI No.28/32/Kep/Dir Tahun 1995 tentang Bilyet Giro, menjelaskan mengenai pengertian bilyet giro, bilyet giro adalah tidak lain dari pada surat perintah nasabah yang telah distandarkan bentuknya kepada bank penyimpan dana untuk memindahbukukan sejumlah dana dari rekening yang bersangkutan kepada pihak penerima yang disebutka namanya pada bank yang sama atau pada bank lainnya.

Bilyet giro adalah suatu surat perintah pemindahbukuan tanpa syarat yang dikeluarkan oleh penerbit (nasabah yang mempunyai rekening giro) yang ditujukan kepada tersangkut (bank di mana penerbit mempunyai rekening giro) dengan permintaan agar sejumlah disediakan untuk kepentingan pemegang yang namanya tercantum dalam bilyet giro itu (Imam Prayogo,1995: 278)

Dengan memahami pengertian tersebut, kita akan dapat mengetahui adanya beberapa unsur yang
penting, yaitu:

a. bilyet giro merupakan surat perintah pemindahbukuan tanpa syarat dari penerbit bilyet giro;

b. penerbit bilyet giro haruslah nasabah bank yang mempunyai rekening giro;

c. tertarik dalam bilyet giro adalah bank yang memelihara rekening giro penerbit;

d. penerima bilyet giro harus nasabah bank, baik bank yang sama maupun bank yang lain;

e. bilyet giro tidak dapat dilakukan dengan pembayaran tunai.

2. Syarat-syarat Formal Bilyet Giro

Sama halnya dengan surat-surat berharga lainnya, maka bilyet giro juga memiliki syarat-syarat formal. Adapun syarat-syarat formal dari bilyet giro menurut SKBI No.28/32/Kep/Dir Tahun 1995 tentang Bilyet Giro Pasal 2 adalah sebagai berikut.

a. Nama ”Bilyet Giro” dan nomor bilyet giro yang bersangkutan, haruslah tercantum pada formulir bilyet giro

Klausa bilyet giro cukup dicantumkan pada formulir Bilyet Giro, tidak perlu dicantumkan dalam teksnya. Berbeda dengan surat wesel atau cek, klausula wesel dan cek harus dicantumkan dalam teks tidak cukup hanya dituliskan formulirnya saja. Dalam teks bilyet giro terdapat klausula pemindahan dana, yang menunjukan bahwa pembayaran bilyet giro itu hanya boleh dilakukan dengan pemindahbukuan. Demikian juga mengenai nomor seri, sama seperti cek bahwa setia lembar harus diberi nomor seri guna memudahkan kontrol bagi bank apakah blanko formulir bilyet giro yang diserahkan kepada pemilik dana (rekening giro) sudah diterbitkan sebagaimana mestinya dan sudah diterima. Jika blanko formulir itu sudah habis, pemilik dana (rekening giro) dapat mengajukan permintaan blanko formulir yang baru.

b. Nama Tertarik

Nama bank tertarik harus dimuat dalam bilyet giro, hal ini memungkinkan bahwa penerbit adalah nasabah dari bank tersebut, pada bank mana dana sudah tersedia paling lambat pada saat amanat itu berlaku. Demikian juga tempat bank tersangkut harus disebutkan juga, karena mungkin bank tersangkut itu mempunyai beberapa kantor cabang mana penerbit mempunyai rekening giro.

c. Perintah tanpa syarat pemindahbukuan

Perintah yang jelas dan tanpa syarat untuk memindahbukukan dana atas beban rekening penerbit. Dana harus telah tersedia pada saat berlakunya amanat yang terkandung dalam bilyet giro tersebut. Perintah pemindahbukuan pada bilyet giro harus tanpa syarat, artinya pemindahbukuan itu tidak boleh diembel-embeli dengan syarat, jika dicantumkan suatu syarat, maka syarat itu dianggap tidak tertulis atau tidak ada.

Pada rekening giro penerbit yang memerintahkan pemindahbukuan itu harus sudah tersedia saldo dana yang cukup, artinya jumlah saldo dana itu sekurang-kurangnya haruslah sama dengan yang tertulis pada bilyet giro. Saldo dana yang cukup harus sudah ada selambat-lambatnya pada saat berlakunya amanat yang terkandung didalam bilyet giro tersebut. Jika saldo dana yang tersedia itu tidak cukup, atau tidak tersedia pada saat berlakunya amanat, bilyet giro itu disebut bilyet giro kosong

d. Nama dan nomor rekening penerima

Penerima adalah nasabah yang memperoleh pemindahbukuan dana sebagaimana diperintahkan oleh penerbit kepada tertarik. Agar dana itu dapat dipindahbukukan, maka nama, nomor rekening penerima bilyet giro harus tertulis pada bilyet giro tersebut. Dengan demikian, dapat diketahui apakah penerima bilyet giro itu adalah nasabah bank tertarik atau nasabah bank lain. Penerima bilyet giro yang berhak atas pemindahbukuan tidak dapat memindahkan bilyet gironya kepada pihak lain.

e. Nama bank penerima

Yakni bank di mana orang atau pihak yang harus menerima dana pemindahbukuan tersebut memelihara rekening sepanjang nama bank penerima diketahui oleh penerbit. Penerima bilyet giro itu mungkin menjadi nasabah bank di mana penerbit juga mempunyai rekening giro atau nasabah bank tersebut. Dalam hal ini pemindahbukuan hanya terjadi dalam lingkungan bank yang sama, tetapi mungkin juga terjadi penerima bilyet giro itu nasabah dari bank yang lain. Apabila penerbit mengetahui bank pemelihara rekening giro si penerima bilyet giro, penerbit mencantumkan nama bank tersebut, maka bank tersangkut dapat memindahbukukan dana ke dalam rekening penerima pada banknya. Dengan demikian terjadi pemindahbukuan antar bank.

f. Jumlah dana yang dipindahbukukan

Jumlah dana yang dipindahbukukan ditulis baik dalam angka maupun dalam huruf selengkaplengkapnya. Dalam hukum wesel dan cek ada ketentuan, jika terdapat selisih antara yang ditulis dalam angka dan yang ditulis dalam huruf, yang dipakai adalah yang tertulis dalam huruf. Demikian juga pada bilyet giro ketentuan pasal 8 ayat (1) SKBI menentukan dalam hal perbedaan jumlah uang yang tertulis dalam angka dan huruf, maka yang berlaku adalah yang tertulis dalam huruf. Alasannya ialah kemungkinan perubahan tulisan dalam huruf lebih sulit dibandingkan dengan perubahan angka.

g. Tempat dan tanggal penerbitan

Tempat ini penting untuk mengetahui dimana perbuatan itu dilakukan. Tempat penerbitan biasanya juga tempat dilakukan pembayaran, yaitu penyerahan bilyet giro kepada pemegang. Jika pada wesel dan cek tempat penerbitan tidak disebutkan, maka tempat yang disebutkan disamping nama penarik dianggap tempat penandatanganan wesel atau cek. Ketentuan seperti ini dapat juga diikuti oleh bilyet giro.

Penyebutan tanggal penerbitan juga penting sehubungan dengan tanggal efektif. Jika tanggal efektif tidak disebutkan, maka tanggal efektif adalah tanggal penerbitan. Selain itu, tanggal penerbitan perlu menentukan apakah penerbit ketika menandatangani bilyet giro berwenang melakukan perbuatan hukum atau tidak

3. Hubungan Hukum dalam Bilyet Giro

Pada surat bilyet giro dalam bentuk yang sederhana, kita akan mengenal beberapa pihak dalam bilyet giro yakni pihak-pihak yang terlibat dalam lalu lintas pembayaran bilyet giro. Menurut SKBI No.28/32/Kep/Dir Tahun 1995 tentang bilyet Giro Pasal 1, pihak dalam bilyet giro adalah sebagai berikut:

1) penerbit, yaitu nasabah yang memerintahkan pemindahbukuan sejumlah dana atas beban rekeningnya atau penerbit adalah pihak yang menerbitkan atau mengeluarkan bilyet giro;

2) penerima, yaitu nasabah yang memperoleh pemindahbukuan dana sebagaimana diperintahkan oleh penarik kepada tertarik;

3) tertarik, yaitu bank yang menerima perintah pemindahbukuan;

4) bank penerima, yaitu bank yang menatausahakan rekening penerima.

Dalam penerbitan dan peredaran bilyet giro sebagai alat pembayaran timbul beberapa hubungan hukum para pihak dalam bilyet giro.

Pada dasarnya hubungan hukum terjadi karena adanya suatu perikatan. Perikatan adalah hal yang mengikat antara orang yang satu dengan orang yang lain. Hal yang mengikat itu adalah peristiwa hukum yang dapat berupa perbuatan, misalnya jual-beli dan hutang-piutang, dapat berupa kejadian, misalnya kelahiran, dan kematian, dapat berupa keadaan, misalnya pekarangan berdampingan, rumah bersusun. Peristiwa hukum itu menciptakan hubungan hukum.

Hubungan hukum adalah hubungan yang diatur oleh hukum dan serta akibat hukum dan pada setiap hubungan itu terdapat hak dan kewajiban (Abdulkadir Muhammad, 2000:199). Dalam hubungan hukum itu tiap pihak mempunyai hak dan kewajiban secara timbal balik. Pihak yang satu mempunyai hak untuk menuntut sesuatu dari pihak yang lain, dan pihak yang lain itu wajib memenuhi tuntutan itu, dan sebaliknya. Pihak yang berhak menuntut sesuatu disebut kreditur, sedangkan pihak yang wajib memenuhi tuntutan disebut debitur. Hak adalah kewenangan yang ada pada seseorang untuk berbuat atas sesuatu yang menjadi obyek dari haknya itu terhadap orang lain. Kewajiban adalah keharusan untuk mengerjakan sesuatu berdasarkan hukum. Dalam hubungan hutang-piutang, pihak yang berhutang disebut debitur, sedangkan pihak yang memberi hutang disebut kreditur, dalam hubungan jual beli, pihak pembeli berposisi sebagai debitur, sedangkan penjual berposisi sebagai kreditur, dalam perjanjian kerja, pihak yang melakukan pekerjaan disebut kreditur, sedangkan pihak yang berkewajiban membayar upah disebut debitur.

Dari uraian di atas dapat dinyatakan bahwa hubungan hukum itu adalah perikatan. Hubungan hukum itu timbul karena adanya perisiwa hukum yang dapat berupa perbuatan, kejadian, keadaan. Pihak yang berhak menuntut sesuatu disebut kreditur, dan pihak yang wajib memenuhi tuntutan itu disebut debitur. Dalam penggunaan bilyet giro hubungan hukum terjadi antara penerbit dengan penerima, bank tertarik dengan penerbit, bank penerima dengan penerima, bank dengan bank sebagaimana uraian berikut.

a. Hubungan hukum antara penerbit dengan penerima

Hubungan hukum antara penerbit dan penerima terjadi dikarenakan adanya suatu perikatan dasar yang mana perikatan itu timbul dikarenakan adanya perjanjian. Perjanjian yang terjadi disini biasanya berupa perjanjian jual beli yang mana pihak penerbit berkewajiban untuk membayar sejumlah uang kepada pihak penerima. Latar belakang diterbitkannya surat berharga sebagai pemenuhan isi perjanjian yang dilakukan oleh penerbit yang kemudian pihak penerbit menyerahkan surat berharga kepada pihak penerima untuk dilakukannya proses pembayaran dalam hal ini dengan cara pemindahbukuan atau dengan kata lain dengan menggunakan bilyet giro.

b. Hubungan hukum antara bank tertarik dengan penerbit bilyet giro

Menurut Mollengraff, hubungan hukum antara penerbit dan bank dipandang sebagai pemberi kuasa (last geving) dan perjanjian melakukan beberapa pekerjaan (Imam Prayogo, 1995:131). Menurut Pasal 1702 KUHPdt, tentang pemberian kuasa berbunyi sebagai berikut: ”suatu persetujuan dengan mana pihak yang satu memberikan kuasa kepada pihak yang lain (penerima kuasa/last hebber), yang menerimanya untuk atas namanya sendiri atau tidak, menyelenggarakan suatu perbuatan hukum atau lebih untuk pemberi kuasa itu”.

Berdasarkan konsep di atas, dapat kita lihat hubungan hukum antara bank tertarik dan penerbit bilyet giro terjadi karena adanya perjanjian pembukaan rekening giro sebagai perjanjian penyimpanan dana dan karena diterbitkannya bilyet giro sebagai perintah pemindahbukuan dari penerbit kepada bank penyimpan giro, atas dasar itu maka bank tertarik sebagai penyimpan dan dan pihak yang diperintahkan untuk melakukan pemindahbukuan, berkewajiban untuk melakukan pemindahbukuan atas perintah yang terdapat dalam bilyet giro. Sedangkan penerbit bilyet giro mempunyai kewajiban untuk selalu menyediakan dana yang akan dipindahbukukan. Bank menerima kuasa dari penerbit untuk melakukan pemindahbukuan dana.

c. Hubungan hukum antara bank penerima dengan penerima bilyet giro


Hubungan hukum antara bank dengan penerima adalah hubungan hukum bank dengan nasabahnya karena pemegang mempunyai dana yang disimpan pada rekening giro pada bank yang disebutkan namanya dalam bilyet giro. Penerima bilyet giro mempunyai hak untuk memperoleh pemindahbukuan sejumlah dana yang tercantum dalam bilyet giro yang ditawarkan kepada bank. Dengan diterbitkannya bilyet giro tersebut, maka bank mempunyai dua kewajiban selain sebagai penyimpan dana, bank juga mempunyai kewajiban untuk mentransfer pemindahbukuan dana kedalam rekening milik penerima apabila terjadi transaksi.

d. Hubungan hukum antara bank dengan bank

Hubungan hukum ini terjadi apabila antara penerbit dengan penerima merupakan nasabah bank yang berbeda yang dalam penerbitan bilyet giro dapat dilakukan dengan kliring. Caranya adalah penerbit menyerahkan bilyet giro kepada penerima. Rekening penerbit ada pada suatu bank, sedangkan rekening giro penerima ada pada bank yang sama atau berbeda oleh penerima bilyet giro tersebut diserahkan pada banknya agar bank tersebut memperhitungkan bilyet giro tersebut kedalam rekeningnya. Sehingga pada saat memperhitungkan bilyet giro melalui lembaga kliring terjadilah hubungan hukum antar bank.

4. Proses Penggunaan Bilyet Giro

a. Latar Belakang Penggunaan Bilyet Giro


Latar belakang diterbitkannya bilyet giro sebagai pemenuhan isi perjanjian yang dilakukan oleh penerbit yang disebut dengan perikatan dasar. Penggunaan bilyet giro itu sebenarnya adalah pembayaran cara lain dari biasanya sebagai pemenuhan isi perjanjian, perjanjian antara pihakpihak itu adalah dasar penggunaan bilyet giro yang disebut perikatan dasar (Abdulkadir muhammad, 2003:287)

Perikatan dasar adalah perikatan yang harus ditunaikan oleh penanda tangan akta, sebaliknya penerima akta itu mempunyai hak menuntut kepada orang yang menandatangan akta tersebut. Perikatan disini dengan sendirinya harus dilaksanakan dengan baik dan tepat waktunya, sehingga tujuan dibuatnya perjanjian dapat dicapai. Perikatan dasar tersebut harus sesuai dengan dengan ketentuan Pasal 1320 KUH Perdata.

Perikatan-perikatan dalam suatu perjanjian merupakan isi daripada perjanjian tersebut, maka tak mungkin dikatakan bahwa orang tersebut mengikatkan diri pada suatu perikatan, sehingga lebih tepat yang dimaksud dengan perikatan adalah mengikatkan diri pada suatu perjanjian yang melahirkan sekelompok perikatan-perikatan, yang membentuk perjanjian yang bersangkutan (J. Satrio, 1994:2).

Mengenai syarat-syarat sahnya suatu perjanjian yaitu:

1) adanya persetujuan kehendak antara pihak-pihak yang membuat perjanjian;

2) adanya kecakapan pihak-pihak untuk membuat perjanjian ;

3) adanya suatu hal tertentu ;

4) ada sebab yang halal.

Setiap perjanjian yang memenuhi syarat Pasal 1320 KUH Perdata adalah mengikat pihak-pihak, konsekuensinya menurut Pasal 1338 KUH Perdata, perjanjian yang di buat secara sah, berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya, tidak dapat ditarik kembali tanpa persetujuan kedua belah pihak atau karena alasan-alasan yang cukup kuat menurut undangundang, dan harus dilaksanakan dengan itikad baik. Perjanjian ini bermacam wujudnya, misalnya perjanjian jual-beli, pinjam meminjam uang, penyimpanan uang di bank dan lain sebagainya. Perjanjian disepakati pula bagi yang berkepentingan melaksanakan pembayaran, dapat membayar dengan cara lain yang tak seperti dengan cara pembayaran biasa yaitu dengan pembayaran sejumlah uang kontan. Cara yang lain daripada yang biasanya dalam suatu perjanjian itu yaitu dengan cara penerbitan surat berharga khususnya bilyet giro (Imam Prayogo, 1995:285).

Akibat dari penerbitan bilyet giro tersebut maka pemegangnya mempunyai hak tagih dan penerbit mempunyai kewajiban untuk menyediakan dana guna pembayaran bilyet giro tersebut. Bagi penerimanya memiliki bukti bahwa dia berhak atas tagihan uang yang tersebut di dalam bilyet giro. Apabila penerima datang pada pihak yang diperintahkan untuk membayar, maka penerima hanya menunjukkan dan menyerahkan surat itu tanpa formalitas lain ia akan memperoleh pembayaran. Bagi pihak yang ditunjuk untuk membayar oleh penerbit, ia berkewajiban untuk membayar tanpa syarat dan juga tidak perlu menyelidiki apakah penerima tersebut orang yang berhak atau tidak.

b. Proses Penerbitan Bilyet Giro

Penerbitan bilyet giro berdasarkan inisiatif penerbit dan untuk kepentingan penerima. Atas penerbitan memerintahkan pada bank agar melakukan pemindahbukuan rekening penerbit kedalam rekening penerima. Penerbitan bilyet giro ini berfungsi sebagai pelaksanaan pemenuhan suatu kewajiban yang dilakukan pihak penerbit (Imam Prayogo, 1995:286). Hal ini berarti bahwa penerbit dan penerima masing-masing mempunyai rekening pada bank dimana mereka menjadi nasabah. Berdasarkan rekening giro inilah bank melaksanakan perintah yang dicantumkan dalam bilyet giro. Dengan demikian maka rekening giro milik penerbit dalam bilyet giro berkurang, sedangkan pada penerima rekening gironya akan bertambah sejumlah yang tertera dalam bilyet giro. Tetapi apabila rekening giro dari masing-masing pihak berada pada bank yang berlainan dan mungkin juga dapat yang berbeda, maka pelaksanaan pemindahbukuan dana harus dilakukan melalui kliring, artinya bank tertarik akan berhubungan dengan bank nasabah melalui lembaga kliring dalam acara kliring untuk memperhitungkan bilyet giro tersebut.

c. Pembayaran Bilyet Giro

Sebagai surat perintah pemindahbukuan, bilyet giro tidak dapat dilakukan pembayarannya dengan uang tunai melainkan dengan cara pemindabukuan. Di dalam bilyet dikenal istilah tenggang waktu penawaran, yaitu jangka waktu yang disediakan oleh penerbit kepada pemegang untuk meminta pelaksanaan pemindahbukuan dalam bilyet giro kepada tersangkut. Menurut ketentuan Pasal 6 Ayat (1) SKBI No.28/32/Kep/Dir Tahun 1995 tentang Bilyet Giro, tenggang waktu penawaran bilyet giro adalah 70 hari terhitung sejak tanggal penerbitan. Artinya pemindahbukuan yang ada dalam bilyet giro tersebut tidak berlaku secara terus menerus. Dengan demikian, setiap saat bilyet giro ditawarkan kepada bank tertarik dalam tenggang waktu tersebut, bank tertarik dalam tenggang waktu tersebut akan memindahbukukan dana kerekening pemegang dan dengan pembayaran dilaksanakan sesuai dengan perikatan yang terjadi sebelumnya, kecuali dana itu tidak cukup atau tidak ada (kosong). Menurut pasal 6 Ayat (3) SKBI No.28/32/Kep/Dir Tahun 1995 tentang Bilyet Giro, bilyet giro yang diterima oleh bank setelah tanggal berakhirnya tenggang waktu penawaran dapat dilaksanakan perintahnya sepanjang dananya tersedia dan tidak dibatalkan oleh penarik (Kingkin Wahyuningdiah, 2007:177).

Pada bilyet giro memiliki dua tanggal dalam teksnya, yaitu:

1. Tenggang waktu dari tanggal waktu penerbitan sampai tanggal efektif, dan;

2. Tenggang waktu dari tanggal efekif sampai berakhirnya tenggang waktu 70 hari.

Dalam tenggang waktu yang pertama, penerbit diberi kesempatan untuk mempersiapkan dana guna membayar bilyet giro dengan pemindahbukuan. Dalam tenggang waktu ini bilyet giro baru beredar tetapi belum dapat ditawarkan kepada bank tertarik. Dalam tenggang waktu kedua setiap saat penerima bilyet giro dapat menawarkan kepada bank untuk pemindahbukuan, kecuali jika untuk bilyet giro itu tidak tersedia dana yang cukup atau kosong. (Abdulkadir Muhammad, 2003:233).

Berdasarkan uraian di atas dapat diketahui bahwa pembayaran pada bilyet giro dapat dilaksanakan pada saat penerbit telah menyediakan dana yang cukup dalam rekeningnya pada tersangkut sejak tanggal efektif sampai dengan tanggal mulainya daluwarsa.

No comments :

Post a Comment