Ilmu adalah Pengetahuan tetapi Pengetahuan belum tentu menjadi ilmu

Friday 2 December 2016

RANGKUMAN MATERI KULIAH ISLAM DAN SYARIAH ISLAM

No comments

ISLAM DAN SYARIAH ISLAM

Makna Islam

Dari sisi bahasa, kata “Islam” berasal dari kata “aslama, yuslimu, islaman” yang artinya “tunduk dan patuh”. Jadi, seorang yang tunduk dan patuh kepada kepala negara, secara bahasa, bisa dikatakan “aslama li-rais ad-daulah”. Inilah makna generic atau makna bahasa dari kata Islam.

Akan tetapi, makna ”Islam” itu sendiri, secara terminologi tidak bisa dikatakan sekadar tunduk dan patuh saja. Dia sudah menjadi istilah khusus dalam khazanah kosa kata dasar Islam (basic vocabulary of Islam). Secara terminologi, makna Islam digambarkan oleh Nabi Muhammad SAW dalam sabda berikut :

“Islam adalah bahwasannya engkau bersaksi bahwa sesungguhnya tiada Tuhan selain Allah dan bahwa sesungguhnya Muhammad adalah utusan Allah, engkau menegakkan salat, menunaikan zakat, melaksanakan shaum Ramadhan, dan menunaikan ibada haji ke Baitullah-jika engkau berkemampuan melaksanakannya.” (HR Muslim).

Oleh karena itu, kata Islam, artinya adalah agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW,nabi terakhir. Agama Islam berbeda dengan agama-agama lain yang ada saat ini dan diyakini oleh umat Islam, sebagai kelanjutan dari agama para nabi sebelum Nabi Muhammad SAW, yang tidak lain adalah nabi terakhir. Inti dari ajaran paranabi adalah “tauhid”, yaitu tindakan mengesahkan Allah (Tauhidulllah) disertai sikap pasrah, tunduk dan patuh kepada Allah, sebagai syarat mutlak bagi seorang untuk disebut sebagai seorang muslim. Tanpa sikap itu, maka dia masih disebut kafir. Iblis misalnya, meskipun ia mengakui Allah sebagai satu-satunya Tuhan, tetapi karena dia membangkang, maka dalam Al-Qur’an, dia disebut sebagai “kafir”. (QS 2:34).

Secara terminologi, Islam adalah nama dan satu institusi agama, maka tidak bisa dikatakan bahwa setiap orang yang tunduk kepada Tuhan-apa pun agamanya, dan apa pun Tuhannya-dapat dikatakan sebagai muslim. Istilah “Muslim” atau pemeluk agama Islam, haruslah orang yang telah bersyahadat secaraIslam, yang mengakui bahwa Tidak ada Tuhan selain Allah, dan Muhammad SAW adalah utusan Allah. Jadi, Muslim atau pemeluk agama Islam, wajib mengakui Muhammad sebagai utusan Allah SWT. Jika tidak, maka dalam istilah Islam, dia disebut sebagai “kafir”, yaitu orang yang ingkar kepada kebenaran Islam, karena menolak untuk mengakui Muhammad SAW sebagai nabi (utusan Allah).

Jadi, Islam adalah sebuah pedoman hidup dan berkehidupan yang dikeluarkan langsungoleh Allah SWT, sebagai pencipta, pemilik, pemelihara, dan penguasa tunggal alam semesta, agar manusia tunduk, patuh, dan pasrah kepada ketentuan-Nya untuk meraih derajat kehidupan lebih tinggi yaitu kedamaian, kesejahteraan,dan keselamatan baik di dunia maupu di akhirat.

Dasar-Dasar Ajaran Islam

Islam sebagai pedoman hidup dan berkehidupan, yang dikeluarkan langsung oleh pemegang otoritas tunggal, Allah SWT, mencakup 3 aspek, yaitu : Akidah, Syariah, dan Akhlak yang tidak dapat dipisahkan antara satu dengan yang lainnya.

Aqidah

Kata akidah berasal dari bahasa Arab “aqad”, yang berarti ikatan. Menurut ahli bahasa, akidah adalah perjanjian yang teguh dan kuat terpatri dalam hati dan tertanam di dalam lubuk hati yang paling dalam. Jadi, akidah ini bagaikan ikatan perjanjian yang kokoh dan tertanam jauh di dalam lubuk hati sanubari manusia.

Perbedaan antara Islam yang dibawah Nabi Muhammad SAW dengan risalah Rasul sebelum beliau adalah bahwa risalah uang dibawa oleh para Rasul terdahulu bersifat lokal dan hanya untuk kaumnya saja, sedangkan Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW berlaku untuk semua manusia (rahmatan lil ‘alamiin). Islam bukanlah agama yang diturunkan untuk orang Arab saja. Akidah dan Syariah Islam sudah diatur oleh Allah untuk bisa diterapkan bagi semua manusia, bukan hanya untuk satu bangsa atau budaya tertentu saja. 

Substansi dari akidah adalah keimanan, sebagaimana terangkum dalam Rukun Iman, atau pokok-pokok keimanan Islam, yaitu iman kepada Allah, iman kepada para Malaikat, iman kepada kitab-kitab, iman kepada Nabi dan Rasul, iman kepada hari akhir, dan iman kepada qadha dan qadar.

1. Iman kepada Allah SWT, adalah sebuah keimanan dan keyakinan akan adanya Allah SWT dan kekuasaan-Nya, yang disertai dengan kesiapan dan kerelaan untuk taat dan patuh kepada semua ketentuan Allah SWT, sebagaimana sabda Nabi : “Iman itu adalah mengenal (mengetahui) dengan hati, mengatakan dengan lisan, serta mengerjakan dengan anggota tubuh”. (HR Ibnu Majah).

2. Iman kepada para Malaikat, adalah sebuah keimanan terhadap keberadaan para Malaikat berikut tugasnya yang diberikan oleh Allah SWT. Keimanan kepada pada Malaikat secara benar, diharapkan dapat memberikan dampak positif terhadap perilaku manusia, karena tidak ada satu ucapan manusia yang tidak dihadiri dan dicatat oleh Malaikat bertugas untuk itu. (QS 50:18).

3. Iman kepada kitab-kitab autentik yang diturunkan oleh Allah SWT kepada rasul-rasul-Nya, yaitu Kitab Zabur, Taurat, Injil, dan Al-Qur’an, karena kitab Al-Qur’an adalah kitab yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW, utusan terakhir pembawa risalah Allah SWT bagi umat manusia.

4. Iman kepada para Nabi dan Rasul, pembawa risalah Allah SWT bagi umat manusia, yang wajib diimani adalah 25 nabi (seperti yang disebut dalamAl-Qur’an) dan ditutup oleh Nabi Muhammad SAW. Sehingga untuk umat manusia sekarang, maka keimanan tersebut patut diikuti dengan berupaya semaksimal mungkin mengamalkan sunah Rasul Muhammad SAW.

5. Iman kepada hari akhir menjadipenting, karena dengan keimanan yang benar terhadap hari akhir ini, manusia diharapkan dapat lebih mampu mengendalikan diri dalam kesehariaanya, sehingga senantiasa berupaya memperbanyak amal saleh/kebaikan, dan menghindari perbuatan maksiat dan dosa.

6. Iman kepada qadha dan qadar akan menjadikan manusia senantiasa berfikir positif dan ikhlas terhadap ketetapan Allah SWT, karena ia meyakini bahwa segala sesuatu terjadi hanya dengan izin Allah SWT.

Bagaimana manusia menyikapi  ajaran Allah SWT untuk mengimani rukun iman di atas, dapat dikelompokkan menjadi 5 golongan, yaitu mukmin, kafir, munafik, musyrik, dan murtad.

1. Mukmin, yaitu golongan manusia yang menerima dan meyakini rukun iman yang enam itu dengan tulus dan jujur sepenuh hatinya, yang kemudian diucapkan melaui lisan serta dibuktikan dengan perilaku dan perbuatan (QS 2:1-5).

2. Kafir, yaitu golongan manusia yang menolak rukun iman secara terbuka dan terang-terangan, (QS 3:6-7).

3. Munafik, yaitu golongan manusia yang berpura-pura menerima akidah Islam, namun dari hati sanubari yang paling dalam, mereka menolak atau tidak memercayai akidah Islam. (QS 2:8-10).

4. Musyrik, yaitu golongan manusia yang menyekutukan Allah SWT dengan sembahan-sembahan atau tandingan-tandingan lain. Mereka menuhankan Allah, tetapi masih menyembah Tuhan-Tuhan yang lain. (QS 2:165, QS 10-18).

5. Murtad adalah golongan manusia yang semula beriman kepada Allah SWT, kemudian berbalik menjadi kafir. (QS 4:137).

Iman merupakan dasar dari ajaran Islam, mengingat iman adalah perjanjian dalam hati sehingga iman setiap muslim tidak dapat dilihat secara kasat mata. Namun iman berfungsi sebagai fondari dalam hidup seorang muslim. Seorang yang telah mengaku beriman, selanjutnya diminta untuk menjaga keimanannya dan akan terlihat melalui tindakan nyata melalui kesanggupannya untuk mematuhi ketentuan syariah yang ditetapkan oleh Allah SWT, yaitu dengan cara melaksanakan semua perintah-Nya dan menjauhi semua larangan-Nya.

Syariah

Kosa kata syariah dalam bahasa Arab memiliki arti jalan yang ditempuh atau garis yang seharusnya dilalui. Dari sisi terminologi, syariah bermakna pokok-pokok aturan hukum yang digariskan oleh Allah SWT untuk dipatuhi dan dilalui oleh seorang muslim dalam menjalani segala aktivitas hidupnya (ibadah) di dunia. Semua aktivitas kehidupan seperti bekerja, memasak, makan, belajar, sholat, dan lain sebagainya adalah merupaka ibadah sepanjang diniatkan untuk mencari ridha Allah.

Ketentuan syariah bersifat komprehensif dan universal. Komprehensif, berarti mencakup seluruh aspek kehidupan manusia dengan Allah SWT. Di dalamnya meliputi ibadah mahdhah dan ibadah muamalah. Ibadah mahdhah mengatur mengenai hubungan antara manusia denganAllah SWT seprti shalat, puasa, haji, dan lainnya. Sedangkan ibadah muamalah mengatur mengenai hubungan antara sesama manusia serta antara manusia dengan makhluk atau ciptaan Allah SWT lainnya termasuk alam semesta. Hukum asal ibadah mahdhah adalah bahwa sagala sesuatu dilarang untuk dikerjakan, kecuali dibolehkan dalam Al-Quur’an atau dicontohkan Nabi Muhammad SAW melalui As-Sunah. Sebaliknya hukum asal ibadah muamalah adalah bahwa segala sesuatu dibolehkan untuk dikerjakan, kecuali larangan dalam Al-Qur’an atau As-Sunah.

Universal, bermakna dapat diterapkan bagi semua manusia dalam setiap waktu dan keadaan. Sifat universal akan terlihat lebih jelas dalam aturan mengenai muamalah, ketika Allah mengharamkan babi dan riba, maka haram untuk seluruh manusia, sejak dari zaman Nabi Muhammad SAW sampai dengan akhir zaman.

Aturan mengenai ibadah muamalah, meliputi berikut ini :

1. Hukum keluarga (ahwalus syakhsiyah) yang mengatur hubungan suami-istri, anak dan keturunan termasuk sistem waris.

2. Hukum privat (ahkamul madaniyah) yaitu hukum-hukum yang berhubungan dengan hak manusia satu sama lain dalam tukar-menukar kebendaan dan manfaat, seperti jual beli, perserikatan dagang, sewa-menyewa, utang-piutang.

3. Hukum pidana (ahkamul jinaiyah), hukum acara (ahkamul murafaat) yang berhubungan dengan peradilan, persaksian, bukti-bukti, sumpah, dan sebagainya.

4. Hukum perundang-undangan (ahkamul dusturiyah) yaitu hukum yang berhubungan dengan asas dan cara pembuatan undang-undang.

5. Hukum internasional (ahkamul dauliyah) yaitu hukum yang mengatur hubungan negara Islam dengan negara non-Islam dalam bidang-bidang perdamaian, keamanan, perekonomian, kebudayaan, dan lain-lain. Yang juga mengatur muamalah antara warga negara nonmuslim yang berada di negara Islam dengan warga negara Islam itu sendiri.

6. Hukum ekonomi dan keuangan (ahkamul iqthisadiyah), yaitu hukum-hukum yang mengatur sumber-sumber keuangan dan pengeluarannya, hak-hak fakir miskin, dam hubungan keuangan antara pemerintah dan warga negaranya.

Dengan demikian, dapat disampaikan bahwa cakupan aturan syariah dalam kehidupan begituluas, termasuk di dalamnya mengenai hukum ekonomi, maka akuntansi syariah merupakan salah satu bentuk pengalaman dari aturan syariah. Selain itu, akuntansi syariah juga berfungsi untuk menguatkan informasi ekonomi Islam/transaksi yang sesuai dengan kaidah Islam melalui pola pengolahan informasi akuntansi tang juga berlandaskan nilai-nilai Islam.

Akhlak

Akhlak sering juga disebut sebagai ihsan (dari kata Arab ‘hasan’, yang berarti baik). Definisi menurut Nabi Muhammad SAW : “Ihsan adalah engkau beribadah kepada Tuhanmu seolah-olah engkau melihat-Nya sendiri, kalaupun engkau tidak melihat-Nya, maka Ia melihatmu.” (HR Muslim).

Melalui ihsan, seseorang akan selalu merasa bahwa dirinya dilihat Allah SWT yang mengetahui, melihat, dan mendengar sekecil apa pun perbuatan yang dilakukan seseorang, walaupun dikerjakan di tempat tersembunyi. Bahkan Allah SWT mengetahui segala pikiran dan lintasan hati makhluknya. Dengan memiliki kesadaran seperti ini, seorang mukmin akan selalu terdorong untuk berperilaku baik, dan menjauhi perilaku buruk.

Akhlak dalam Islam mengatur hubungan manusia dengan Allah, dengan Rasul, dengan sesama manusia dan alam erta dengan dirinya sendiri.

1. Tuntunan unruk akhlak kepada Allah dan Rasul sebagaimana dalam(QS 3:31-32).

“Katakanlah : Jika kamu mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosamu, Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”

“Katakanlah : Taatilah Allah dan Rasul-Nya, Jika kamu berpaling, maka sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang berbuat zalim.”

2. Tuntunan akhlak kepada diri sendiri terdapat dalam (QS 2:44)

“Mengapa kamu suruh orang lain (mengerjakan) kebajikan, sedang kamu melupakan dirimu sendiri padahal kamu membaca Al-Kitab (Taurat)? Maka tidaklah kamu berpikir.”

3. Tuntunan akhlak kepada sesame manusia terdapat dalam (QS 2:83) dan (QS 31:17-19).

“Hai anakku dirikanlah shalat dan suruhlah orang mengerjakan yang baik, dan cegahlah dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpahmu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan.”

“Dan janganlah kamu memalingkan muka dari manusia, dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri.”

4. Tuntunan akhlak kepada alam terdapat dalam (QS 2:30), (QS 59:21), dan (QS 10:23).

“Tetapi ketika Allah menyelamatkan mereka, malah mereka berbuat kezaliman di bumi tanpa (alasan) yang benar. Wahai manusia! Sesungguhnya kezalimanmu bahayanya akan menimpa dirimu sendiri, itu hanya kenikmatan hidup duniawi, selanjutnya kepada Kami-lah kembalimu, kelak akan Kami kabarkan kepadamu apa yang telah kamu perbuat.”

Dari kumpulan ayat tersebut, diketahui bahwa akhlak kepada Allah dan Rasul adalah mencintai serta menaatinya, sedangkan diri sendiri misalnya shalat (melakukan ibadah mahdhah) serta mengajak orang kepada kebaikan. Tuntunan akhlak kepada manusia lain adalah mengajak orang kepada kebaikan, bersabar serta jangan berlaku sombong, sedangkan kepada alam adalah tidak berbuat kerusakan di bumi Allah ini.

Kesesuaian dan keselarasan antara akidah, syariah, dan akhlak yang saling terkait, antara lain dapat kita cermati dari Hadis Nabi berikut ini :

1. “Tidak beriman orang yang tertidur dalam keadaan kenyang sementara tetangganya tidak bisa tidur karena lapar.” (HR Buhkari & Al Hakim).

2. “Tidak ada pezina yang di saat berzina dalam keadaan beriman, tidak ada pencuri yang di saat mencuri dalam keadaan beriman. Begitu pula tidak ada peminum khamar di saat meminum dalam keadaan beriman.” (HR Bukhari Muslim)

Hukum Islam

Hukum islam secara istilah disebut hukum syara’ adalah hukum Allah yang mengatur perbuatan manusia yang di dalamnya mengandung tuntutan untuk dikerjakan atau ditinggalkan atau pilihan antara dikerjakan atau ditinggalkan oleh para mukalaf. Hukum syara’ hanya dapat diambil dari sumber-sumber hukum Islam, yaitu Al-Qur’an, As-Sunah, Ijmak’, dan Qiyas. Hukum atau norma perbuatan yang tidak diambil dari sumber-sumber tadi tidak disebut sebagai hukum syara’. Misalnya kaidah-kaidah (norma) adat istiadat, undang-undang atau hukum selain Islam.

Empat Mazhab Fiqh yang bersumber dari para Ahli fikih seperti Al-Imam Abu Hanifah, Al-Imam Malik, Al-Imam As-Syafi’I, dan Al-Imam Ahmad bin Hanbali, mengklasifikasikan hukum Islam menjadi 5, yaitu :


1. Wajib

Adalah suatu perbuatan yang apabila dikerjakan akan mendapat pahala dan apabila ditinggalkan akan mendapat dosa.

Wajib, ditinjau dari beban kewajiban kepada setiap orang/sekelompok orang mukalaf-yang dimaksud mukalaf adalah orang yang telah terkena kewajiban mengikuti syariah, dapat dibagi menjadi 2 berikut ini :

a. Wajib ‘ain yaitu kewajiban yang dibebankan kepada setiap orang mukalaf. Artinya, bila hanya sebagian orang mukalaf saja yang mengerjakan, sedang orang lain tidak mengerjakannya, maka kewajiban tersebut tidak membebaskan beban orang yang tidak mengerjakannya. Contoh : kewajiban menjalankan shalat, membayar zakat, memenuhi janji yang pernah diucapkan.

b. Wajib kifa’I (kifayah) yaitu kewajiban yang dibebankan pada sekelompok orang mukalaf. Artinya, apabila untuk mengerjakan suatu kewajiban, dibutuhkan jumlah orang tertentu untuk melaksanakannya, dan jumlah orang yang mengerjakan tersebut dianggap cukup maka orang mukalaf lain yang tidak mengerjakannya tidak berdosa. Akan tetapi bila tidak, maka seluruh orang mukalaf memikul dosanya karena tidak terlaksananya kewajiban tersebut. Contoh : memandikan, mengafani, menshalatkan serta menguburkan jenazah, ber-amar ma’ruf nahi munkar, mendirikan rumah sakit Islam dan mendirikan perusahaan yang sangat dibutuhkan oleh umat Islam. Wajib kifa’I itu dapat berubah menjadi wajib ‘ain apabila orang yang sanggup menjalankan beban itu hanya satu orang sedang orang lain tidak sanggup, contoh : kalau di suatu daerah hanya ada seorang dokter saja yang mampu mengobati orang yang sedang sakit, maka kewajiban untuk mengobati tersebut bagi dokter itu adalah wajib ‘ain,biar pun semula kewajiban itu hanya wajib kifa’i.


2. Mandub/Sunah.

Ialah perbuatan yang apabila dikerjakan akan mendapat pahala dan apabila ditinggalkan, orang yang meninggalkan tidak mendapat dosa.

3. Haram.

Ialah perbuatan yang apabila ditinggalkan, akanmendapat pahala dan apabila dikerjakan,orang yang mengerjakannya akan mendapat dosa.

4. Makruh.

Ialah perbuatan yang apabila ditinggalkan, akan mendapat pahala dan apabila dikerjakan,tidak mendapat dosa.

5. Mubah.

Ialah suatu perbuatan yang apabila dikerjakan, tidak mendapat pahala, dan apabila ditinggalkan tidak mendapat dosa.

Pengertian mubah diatas bukanlah tentang perkara yang tidak diatur oleh Islam, tetapi ia merupakan salah satu hukum syara’ yang ditunjukkan oleh dalil-dalil (berupa kebolehan untuk mengerjakan atau meninggalkan suatu perbuatan).

Pada dasarnya,tujuan dari hukum Islam adalah untuk menjadi rahmat bagi semesta alam. (QS 21:107)
“dan tiadalah kami mengutus kamu, melainkan untuk menjadi rahmat bagi semesta alam”.

Sasaran Hukum Islam.

Hukum Islam memiliki 3 sasaran, yaitu : penyucian jiwa, penegakan keadilan dalam masyarakat, dan perwujudan kemaslahatan manusia. (Zahroh, 1999)

Penyucian Jiwa

Penyucian jiwa dimaksudkan agar manusia mampu berperan sebagai sumber kebaikan – bukan sumber keburukan – bagi masyarakat dan lingkungannya. Hal ini dapat tercapai apabila manusia dapat beribadah dengan benar, yaitu dengan hanya mengabdi kepada Tuhan yang benar-benar merupakan Pecipta, Pemilik, Pemelihara, dan Penguasa alam semesta, bukan kepada yang mengaku Tuhan serta dengan cara yang benar pula.

Dapat disimpulkan bahwa ibadah yang dilakukan dengan niat dan cara yang benar akan menumbuhkan rasa kasih saying, jiwa tolong-menolong, kesetiakawanan sosial sehingga akan tercipta masyarakat yang aman dan tenteram. Dengan cara ini, manusia akan menjadi sumber kebaikan bagi manusia lainnya.


Menegakkan Keadilan dalam Masyarakat.

Keadilan disini adalah meliputi segala bidang kehidupan manusia termasuk keadilan dari sisi hukum, sisi ekonomi, dan sisi persaksian. Semua manusia akan dinilai dan diperlakukan Allah secara sama, tanpa melihat kepada latar belakang strata sosial, agama, kekayaan, keturunan, warna kulit, dan sebagainya.

Keadilan adalah harapan dan fitrah semua manusia, sehingga Allah melarang manusia berlaku tidak adil. Dalam peperangan, Islam mengajarkan manusia untuk tidak boleh berbuat keji, serta harus tatap menjunjung tinggi hak asasi manusia dan akhlak yang mulia. 

Mewujudkan Kemaslahatan Manusia.

Semua ketentuan Al-Qur’an dan As-Sunah mempunyai manfaat yang hakiki yaitu mewujudkan kemaslahatan manusia, karena Al-Qur’an berasal dari Allah yang sangat mengetahui tabiat dan keinginan manusia, dan As-Sunah dari Rasul yang mendapat bimbingan langsung dari Allah SWT.

Mewujudkan kemaslahatan manusia di dalam Islam dikenal sebagai Maqashibus Syariah (Tujuan Syariah). Dari segi bahasa maqasidsyariah berarti maksud dan tujuan adanya hukum Islam yaitu untuk kebaikan dan kesejahteraan (maslahah) umat manusia di dunia dan di akhirat. Untuk mencapai tujuan ini ada lima unsur pokok yang harus dipelihara yaitu agama, jiwa, aka, keturunan, dan harta.

1. Memelihara Agama (Al muhafazhah ‘alad Dien).

Nilai-nilai yang dibawah oleh Islam,membuat manusia menjadi lebih tinggi derajatnya daripada hewan. Islam melindungi kebebasan beragama, sebagaimana disebutkan dalam (QS 2:256).

“Tidak ada paksaan untuk memasuki agama Islam, sesungguhnya telah jelas yang benar daripada jalan yang salah.”

Untuk memelihara agamanya, Allah mewajibkan manusia untuk shalat, zakat, puasa, haji. Apabila manusia tidak melakukan peribadatan tersebut maka di mata Allah ia akan mendapatkan dosa karena tidak menjalankan apa yang diperintahkannya.

2. Memelihara Jiwa (Al muhafazhah ‘alan Nafs).

Memelihara jiwa ialah memelihara hak untuk hidup secara terhormat agar manusia terhindar dari pembunuhan, penganiyaan, baik fisik maupun phisik, fitnah, caci maki dan perbuatan lainnya.

3. Memelihara Akal (Al muhafazhah ‘alal Aql).

Menjaga akal bertujuan agar tidak terkena kerusakan yang dapat mengakibatkan seseorang menjadi tak berguna lagi di masyarakat sehingga dapat menjadi sumber keburukan.

Akal merupakan salah satu unsur yang membedakan manusia dengan binatang. Namun demikian, Al-Qur’an juga mengingatkan bahwa manusia dapat menjadi lebih hina daripada hewan bila tidak memiliki moral.

Akal membuat menusia mempu membedakan antara yang baik dan yang buruk, serta antara yang benar dan yang salah. Bila seseorang akalnya sudah rusak, maka dia akan melakukan apa saja yang dia suka tanpa peduli bagaimana penaruhnya pada orang lain dan lingkungannya. Jika akal seseorang rusak, maka orang tersebut tidak hanya membahayakan dirinya sendiri tapi juga dapat membahayakan orang lain dan lingkungannya.

4. Memelihara Keturunan (Al muhafazhah ‘alan nasl).

Memelihara keturunan adalah memelihara kelestarian manusia dan membina sikap mental generasi penerus agar terjalin rasa persahabatan dan persatuan di antara sesame umat manusia.

Untuk mencapai tujuan tersebut, diperlukan pernikahan yang sah, sesuai dengan ketentuan syariah, sehingga dapat terbentuk keluarga yang terteram dan saling menyayangi. Seorang anak yang dilahirkan di luar pernikahan, akan mengalami perkembangan mental yang kurang sehat sehingga dirinya tidak berkembang secara utuh.

Oleh karena itu, untuk memelihara keturunan, ditetapkan sanksi hukuman yang keras bagi orang yang melakukan perbuatan zina. Hukuman itu harus dilakukan di hadapan banyak orang. Sebagian orang menyatakan hukum Islam sadis, karena tidak mengetahui kemaslahatan yang jauh lebih besar yaitu menyelamatkan generasi di masa yang akan datang. “Dihukum dihadapan orang banyak”, adalah memalukan dan ini akan memberi efek jera sehingga membuat orang berpikir berjuta kali sebelum dia memperkosa atau berbuat zina. Bagi yang sudah berzina dan dijatuhkan hukuman sesuai ketentuan Allah, insyaAllah Allah mengampuni dosanya.

5. Memelihara Harta (Al muhafazhah ‘alal Mal).

Menjaga harta, bertujuan agar harta yang dimiliki oleh manusia diperoleh dan digunakan sesuai dengan syariah. Aturan syariah mengatur proses perolehan dan pengeluaran harta. Dalam memperoleh harta harus bebas dari riba, judi, menipu, merampok, mencuri, dan tindakan lainnya yang dapat merugikan orang lain.

Dari penjelasan di atas, sangat jelas bahwa ketentuan syariah bertujuan untuk kemaslahatan bagi manusia dan juga lingkungannya. Seharusnya manusia sebagai makhluk ciptaan-Nya mau tunduk, patuh, dan pasrah kepada ketentuan syariah dari Allah SWT tadi (QS 2:208). Namun demikian, Allah SWT memberikan kebebasan kepada manusia untuk memilih dan memberikan akal sebagai alat untuk melakukan pilihan berikut menerima konsekuensinya. Akibatnya, aka nada sebagian manusia yang mau tunduk, patuh dan pasrah kepadaaturan (hukum) Allah SWT, dan sebagian lagi tidak mau tunduk, patuh dan pasrah kepada aturan (hukum) Allah SWT dan sebagian lagi akan mengikuti sebagian hukum Allah dan mengabaikan sebagian yang lain.

Sumber :

Rangkuman  Materi Kuliah (UMI) 

No comments :

Post a Comment