Nisluf Blog

Ilmu adalah Pengetahuan tetapi Pengetahuan belum tentu menjadi ilmu

Wednesday 30 November 2016

CONTOH MAKALAH GRAMMAR TENTANG RELATIVE PRONOUN (KATA GANTI PENGHUBUNG)

No comments

A.    Pengertian Relative Pronoun (Kata Ganti Penghubung)

Relative Pronoun adalah kata ganti yang berfungsi untuk menghubungkan kalimat, yang menerangkan noun (kata benda). Kata benda disini bisa berupa manusia, hewan, atau barang.

B.    Penggunaan Relative Pronoun Dalam Kalimat


1.    WHO
 
Kata who digunakan sebagai pengganti objek, jika subjek tersebut adalah orang.
 
Example 1:

April is the woman. (April adalah wanita)
April is going to China next year. (April akan pergi ke Cina tahun depan)
 
Penggabungan :

April is the woman who is going to China next year.
(April adalah wanita yang akan pergi ke Cina tahun depan).
 
Example 2:

Yuriko teaches Biology in Senior High School. (Yuriko mengajar Biologi di SMP)
 She is twenty four years old. (Dia berumur 24 tahun)
 
Penggabungan :

Yuriko who is twenty four years old teaches Biology in Senior High School
(Yuriko yang umurnya 24 tahun mengajar Biologi di SMP).

 Example 3:

The man is my uncle. (Laki-laki itu paman saya)
The man helped you yesterday. (Laki-laki itu membantu kamu kemarin)

Penggabungan :

The man who helped you yesterday is my uncle.
(Laki-laki yang membantu kamu kemarin adalah paman saya).

 Example 4: 
My Mother is an English lecturer. (Ibuku adalah seorang dosen bahasa Inggris).
She teaches every day. (Dia mengajar setiap hari).

Penggabungan :

My Mother who teaches every day is an English lecturer.
(Ibuku yang mengajar setiap hari adalah seorang dosen bahasa Inggris).

2.    WHOM

Kata whom digunakan untuk menerangkan orang yang berfungsi sebagai objek. Dalam keadaan informal kata ini biasanya dihilangkan.

Example 1 : 

I don’t know the man. (Aku tidak tahu laki-laki itu)
You met him last night. (Kamu bertemu dengannya tadi malam)

Penggabungan :

I don’t know the man whom you met last night.
(Aku tidak tahu laki-laki itu yang kamu temui tadi malam).

 Example 2 :

Usop is the man. (Usop adalah laki-laki).
 We are going to recommend Usop for the job. (Kita akan merekomendasikan Usop untuk bekerja)

Penggabungan :

Usop is the man whom we are going to recommend for the job.
(Usop adalah laki-laki yang akan kita rekomendasikan untuk bekerja).
 
Example 3 : 

The girl is on the plane. (Perempuan berada di pesawat)
 They want her. (Mereka menginginkannya)

Penggabungan :

The girl whom they want is on the plane.
(Perempuan yang mereka ingikan sedang di pesawat).

Example 4 : 

That is Nami’s fiancee. (Itu adalah tunangannya Nami).
I saw him last night.(Saya melihatnya semalam).

Penggabungan  :

That’s Nami’s fiancee whom I saw last night.
(Itu adalah tunangan Nami yang kulihat semalam).

3.    WHOSE

Kata whose digunakan untuk menyatakan kepunyaan atau kepemilikan untuk orang atau binatang.
 
Example 1 : 

The girl is Yui. (Gadis itu Yui)
Her hair is long. (Rambutnya panjang)

Penggabungan :

The girl whose hair is long is Yui.
(Gadis yang rambutnya panjang adalah Yui).

 Example 2 :

Naruto found a cat. (Naruto menemukan seekor kucing)
The cat’s leg was broken. (Tangan kucingnya patah)

Penggabungan :

Naruto found a cat whose leg was broken.
(Naruto menemukan seekor kucing yang tangannya patah)

  Example 3
:

She is my neighbour. (Wanita itu tetangga saya)
Her child is in hospital now. (Anaknya sedang di rumah sakit sekarang)

Penggabungan :

She whose child is in hospital now is my neighbour.
(Wanita yang anaknya sedang di rumah sakit sekarang adalah tetangga saya)
 
Example 4 :
 
You have a cat. (Kamu mempunyai seekor kucing).
Its fur is white. (Bulunya berwarna putih).
 
Penggabungan :
 
You have a cat whose fur is white.
(Kamu mempunyai kucing yang bulunya berwarna putih).

4.    WHICH.

Kata which digunakan untuk menggantikan benda, binatang atau tumbuh-tumbuhan atau yang lain selain orang.

Example 1 :

Sanji bought a camera. (Sanji membeli kamera)
The camera has three lenses. (Kamera mempunyai tiga lensa)

Penggabungan :

Sanji bought a camera which has three lenses.
(Sanji membeli kamera yang mempunyai tiga lensa).

 Example 2 :

The bag is full of money. (Tas itu penuh dengan uang)
I found the bag on the bus this morning. (Aku menemukan tas itu di dalam bis pagi ini)
 
Penggabungan :

The bag which I found on the bus this morning is full of money.
(Tas yang aku temukan di dalam bis pagi ini penuh dengan uang).
 
Example 3 :
 
My house has a lovely garden. (Rumahku mempunyai kebun yang indah)
 I bought it last month. (Aku membelinya bulan lalu)
 
Penggabungan :

My house which I bought last month has a lovely garden.
(Rumahku yang aku beli bulan lalu mempunyai kebun yang indah).
 
Example 4 :
 
This is Luffy’s car. (Ini adalah mobil Luffy).
It was sold last yesterday. (Itu terjual kemarin).
 
Penggabungan :
 
That is Luffy’s car which was sold yesterday.
(Itu adalah mobil Luffy yang terjual kemarin).


5.    THAT

That sebagai kata ganti untuk orang dan benda sebagai subject atau object untuk menjelaskan relative clause (merupakan klausa yang penting untuk kalimat dan tidak hanya sebagai penambahan info).
That berfungsi netral bisa menggantikan “who/which/whom”. 

Example 1 :

We are waiting for the bus. (Kami menunggu bis)
The bus goes to Bandung. (Bis pergi ke Bandung)
 
Penggabungan :
 
We are waiting for the bus that goes to Bandung.
(Kami menunggu bis yang pergi ke Bandung).
 
 Example 2 :
 
The book is mine. (Buku itu milik saya)
Its cover is torn. (Sampul/covernya sobek)
 
Penggabungan :
 
The book that cover is torn is mine.
(Buku yang covernya sobek adalah milik saya).
 
 Example 3 :

There is a television in the room. (Disana ada sebuah televisi didalam kamar).
I want to watch. (Saya ingin menonton).

Penggabungan  :

There is a television in the room that I want to watch.
(Disana ada sebuah televisi didalam kamar yang ingin saya tonton).

Example 4 :

That is beautiful blazer. (Itu adalah blazer yang cantik).
She likes to wear it (Dia suka memakainya).

Penggabungan :

That is beautiful blazer that she likes to wear.
(Itu adalah blazer cantik yang dia suka memakainya).


Sumber :

http://www.bahasainggrisoke.com/contoh-kalimat-relative-pronoun-beserta-penjelasannya/

CONTOH MAKALAH BAHASA ARAB ISIM DHAMIR (KATA GANTI)

1 comment

BAB I
PENDAHULUAN


A.    Latar Belakang Masalah

Sebagai umat Islam, kita dituntut untuk bisa mengkaji dan mempelajari Al-Qur’an dan Sunnah, sebagai dua sumber utama ajaran agama Islam yang harus kita pegang teguh. Tentunya, kita tidak mungkin memahami kedua sumber itu kecuali setelah kita mengetahui kaidah-kaidah bahasa Arab, khususnya Ilmu Nahwu dan Ilmu sharaf. Karena keduanya merupakan kunci dalam mempelajari Al-Qur’an dan Sunnah. Dan pada kesempatan ini, kami akan membahas tentang beberapa kaidah yang ada di dalam kaidah bahasa Arab yaitu Isim Dhamir (Kata Ganti).

B.    Rumusan Masalah

1.    Apa Pengertian Isim Dhamir (Kata Ganti)? 

2.    Bagaimana Pembagian Isim Dhamir  (Kata Ganti)?


BAB II
PEMBAHASAN


A.    Pengertian Isim Dhamir    

Definisi Dhomir adalah tiap Isim yang dibuat untuk mewakili Mutakallim (pembicara/orang pertama), Mukhaotob (yang diajak berbicara/orang kedua), Ghaib (yang tidak ada di tempat/orang ketiga).

Contoh: 

Mutakallim     : أَنَا  ( Saya) dan  نَحْنُ ( Kami).

Mukhotob     : أَنْتَ  ( Kamu ) dan  أَنْتُمْ ( Kalian ).

Ghaib        : هُوَ  (Dia) dan  هُمْ ( Mereka ).

Dhamir atau "kata ganti" ialah Isim yang berfungsi untuk menggantikan atau mewakili penyebutan sesuatu/seseorang maupun sekelompok benda/orang. 

Contoh:

أَحْمَدُ يَرْحَمُ اْلأَوْلاَدَ     = Ahmad menyayangi anak-anak.

  هُوَ يَرْحَمُهُمْ         = Dia menyayangi mereka.

Pada contoh di atas, kata أَحْمَدُ diganti dengan هُوَ ( dia), sedangkan الأَوْلاَد (anak-anak) diganti dengan هُمْ ( mereka). Kata هُوَ dan هُمْ dinamakan Dhamir atau Kata Ganti. Menurut fungsinya, ada dua golongan Dhamir yaitu:

1) DHAMIR RAFA' ( ضَمِيْر رَفْع ) yang berfungsi sebagai Subjek.

2) DHAMIR NASHAB ( ضَمِيْر نَصْب ) yang berfungsi sebagai Objek. 

Dhamir Rafa' dapat berdiri sendiri sebagai satu kata, sedangkan Dhamir Nashab tidak dapat berdiri sendiri atau harus terikat dengan kata lain dalam kalimat. Dalam kalimat: هُوَ يَرْحَمُهُمْ ( Dia menyayangi mereka):

 - Kata هُوَ (dia) adalah Dhamir Rafa', sedangkan

- Kata هُمْ (mereka) adalah Dhamir Nashab.

B.    Pembagian Isim Dhamir

Dhomir secara sederhana terbagi menjadi dua, yaitu:

1)      Al-Bariz, yaitu Dhomir yang mempunyai bentuk dan tampak dalam lafazh. Seperti huruf Taa’ pada kata kerja قُمْتُ ( Aku telah berdiri ). Al-Bariz dari segi bersambung dan tidaknya terbagi menjadi dua yaitu :

1.      Al-Muttashil, yaitu Dhomir yang bersambung dengan lafazh sebelumnya. Lebih jelas kita katakan bahwa Dhomir jenis ini tidak mungkin digunakan untuk mengawali ucapan, contohnya:

huruf Yaa’ pada kata اِبْنِيْ (Anakku) dan huruf Kaaf pada kata أَكرَمَكَ (Ia memuliakanmu). Dhomir-dhomir seperti ini tidak mungkin ada di awal kalimat.

2.      Al-Munfashil, yaitu Dhomir yang tidak bersambung dengan lafazh apapun sehingga bisa digunakan untuk mengawali ucapan dan bisa diletakkan setelah harf.

 Contoh: أَناَ (Saya) yang bisa digunakan untuk mengawali ucapan seperti: أَنَا مُؤْمِنٌ (Saya seorang mu’min) atau bisa juga diletakkan setelah harf, seperti: مَا قَامَ إِلاَّ أَنَا (Tidak ada yang berdiri kecuali saya).

2)      Al-Mustatir, yaitu Dhomir yang tidak mungkin tampak dalam lafazh akan tetapi bisa diperkirakan apa yang dimaksud. Seperti Dhomir أَنْتَ (Kamu) dalam kata قُمْ (Berdirilah!) yang meskipun tidak nampak dalam lafazh namun kita bisa perkirakan bahwa Dhomir yang dimaksud adalah أَنْتَ karena kata perintah pasti ditujukan untuk orang kedua. Al-Mustatir terbagi menjadi dua:

1.      Al-Mustatir yang wajib, yaitu yang tidak mungkin digantikan oleh Isim Zhahir (Isim biasa yang bukan Dhomir) ataupun Dhomir Munfashil.

2.      Al-Mustatir yang boleh, yaitu yang bisa digantikan oleh Isim Zhahir (Isim biasa yang bukan Dhomir) ataupun Dhomir Munfashil.

 
BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan

    Dari materi diatas, dapat disimpulkan bahwa, kalimat didalam bahasa Arab, terbagi menjadi 3 bagian, yaitu:
ISIM ( اِسْم )    = setiap lafadz yang menerangkan kepada nama orang, atau nama hewan, atau benda mati.
FI'IL ( فِعْل )    = setiap lafadz yang menerangkan tentang pekerjaan di masa- masa yang khusus.
 HARF ( حَرْف ) = setiap Setiap lafadz selain Isim dan Fi’il, atau bisa diartikan kata sambung, kata penghubung, kata tanya tugas.

        Definisi Isim Dhamir adalah tiap Isim yang dibuat untuk mewakili Mutakallim (pembicara/orang pertama), Mukhaotob (yang diajak berbicara/orang kedua), Ghaib (yang tidak ada di tempat/orang ketiga).

    Dhamir Rafa' dapat berdiri sendiri sebagai satu kata, sedangkan Dhamir Nashab tidak dapat berdiri sendiri atau harus terikat dengan kata lain dalam kalimat. Dhamir secara sederhana terbagi menjadi dua, yaitu:

1)      Al-Bariz, yaitu Dhomir yang mempunyai bentuk dan tampak dalam lafazh. Seperti huruf Taa’ pada kata kerja قُمْتُ ( Aku telah berdiri ).

2)      Al-Mustatir, yaitu Dhomir yang tidak mungkin tampak dalam lafazh akan tetapi bisa diperkirakan apa yang dimaksud. Seperti Dhomir أَنْتَ (Kamu) dalam kata قُمْ (Berdirilah!) yang meskipun tidak nampak dalam lafazh namun kita bisa perkirakan bahwa Dhomir yang dimaksud adalah أَنْتَ karena kata perintah pasti ditujukan untuk orang kedua.

    Adapun penggunaan Dhomir dalam kata kerja, menyesuaikan dengan bentuk kata kerja itu sendiri. Apakah kata kerja lampau, sekarang, atau perintah.

B.     Saran-saran

    Alhamdulillahirabbil’aalamiin, sebagai manusia yang hidup di dunia ini, hendaklah kita selalu mempunyai angan untuk selalu haus akan ilmu pengetahuan, dari ilmu kita bisa melakukan hidup ini dengan sebaik- baiknya. Adapun dengan selesainya penulisan makalah ini, semoga bisa bermanfaat untuk pembelajaran bahasa Arab nantinya. Aamiin.

Mengenai materi yang menjadi pokok bahasan dalam makalah ini, tentunya masih banyak kekurangan dan kelemahannya, kerena terbatasnya pengetahuan dan kurangnya rujukan atau referensi yang ada hubungannya dengan judul makalah ini. Penulis banyak berharap para pembaca sudi memberikan kritik dan saran yang membangun kepada penulis demi menjadi lebih baiknya makalah ini dan penulisan makalah di kesempatan – kesempatan berikutnya.
    
DAFTAR PUSTAKA


Mukhtarot – Ringkasan kaidah kaidah bahasa arab; Ustadz Aunur Rofiq bin Ghufron. Penerbit Al Furqon. Gersik.
Mulakhos Qowaidul Lughoh Al Arobiyyah (ملخص قواعد اللغة العربية) – Fuad Ni’mah Bab Dhomir hal 113 – 118.
Zakaria Ahmad. 2004. Ilmu Nahwu Praktis, al- kalimah, Ibnu Azka press. Tarogong, Garut.
Zakaria Aceng, 2004, “Ilmu Nahwu Praktis Sistem Belajar 40 Jam”. Garut : ibn azka.

Sumber lain :
http://fajarhafidz.blogspot.co.id/2013/12/makalah-ad-dhomir.html
Belajar bahasa Arab, Arab Indo.co.nr
http://qonitah.com/kata-kata-ganti- الضَّمَائِرُ/



Monday 28 November 2016

RANGKUMAN MATERI KULIAH TENTANG PEMERINTAH DAERAH

No comments

PEMERINTAH DAERAH

Indonesia adalah sebuah negara yang wilayahnya terbagi atas daerah-daerah Provinsi. Daerah Provinsi itu dibagi lagi atas daerah Kabupaten dan daerah Kota. Setiap daerah Provinsi, daerah Kabupaten, dan daerah Kota mempunyai pemerintahan daerah yang diatur dengan Undang-undang.

Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh Pemerintah Daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam UUD 1995.

Pemerintah daerah provinsi,kabupaten dan kota mewakili Dewan Perwakilan Daerah yang anggota-anggotanya dipilih melalui pemilihan umum. Gubernur, Bupati dan Walikota masing-masing sebagai Kepala Pemerintah Daerah Provinsi, Kabupaten dan Kota dipilih secara demokrasi.

Hubungan wewenang antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah provinsi, kabupaten, dan kota atau antara provinsi dan kabupaten dan kota, diatur dengan undang-undnag dengan memperhatikan kekhususan dan keragaman daerah. Hubungan keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah diatur dan dilaksanakan secara adil dan selaras berdasarkan undang-undang.

Negara mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintah daerah yang bersifat khusus atau bersifat istimewa yang diatur dengan undang-undang. Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat serta hak-hak tradisionalnya sepanjangmasih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam undang-undang.

1.    Pembentukan dan Penghapusan Daerah

Pembentukan daerah provinsi, daerah kabupaten, dan daerah kota ditetapkan dengan undang-undang. Pemebentukan derah dapat berupa penggabungan beberapa daerah atau bagian daerah yang bersandingan atau pemekaran dari satu daerah menjadi dua daerah atau lebih.

Daerah dapat dihapus dan digabungkan dengan daerah lain apabila daerah yang bersangkutan tidak mampu menyelenggarakan otonomi daerah. Penghapusan dan penggabungan daerah beserta akibatnya ditetapkan dengan undang-undang.
Untuk menyelenggarakan fungsi pemerintahan tertentu yang bersifat khusus dalam wilayah provinsi dan/atau kabupaten/kota.

2.    Pembagian Urusan Pemerintahan Pusat

Pemerintahan daerah menyelenggarakan urusan pemerintah yang menjadi kewenangannya, kecuali urusan pemerintahan yang oleh undang-undang ditentukan urusan pemerintah pusat. Urusan pemerintahan yang menjadi urusan pemerintah pusat meliputi:

-    Politik luar negeri;
-    Pertahanan;
-    Keamanan;
-    Yustisi;
-    Moneter dan fiskal nasional; dan
-    Agama.

3.    Urusan Pemerintahan Daerah

Penyelenggaran urusan pemerintahan dibagi berdasarkan kriteria eksternalitas, akuntabilitas, dan efisiensi dengan memperhatikan keserasian hubungan antara susunan pemerintahan. Urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah, yang idselenggarakan berdasarkan kriteria di atas berdiri atas urusan wajib dan urusan pilihan.

Urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah provinsi merupakan urusan dalam skala provinsi yang meliputi 16 buah urusan. Urusan pemerintahan provinsi yang bersifat pilihan meliputi urusan pemerintahan yang secara nyata ada dan berpotensi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sesuai dengan kondisi, kekhasan, dan potensi unggulan daerah yang bersangkutan.

Dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah, pemerintahan daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya untuk mengatur dan menurus sendiri urusan pemerintahan berdasarkan asas otonomi dan tugas pembantuan.

Pemerintahan daerah dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan memiliki hubungan dengan pemerintah pusat dan dengan pemerintahan daerah lainnya. Hubungan tersebut meliputi hubungan wewenang, keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya dilaksanakan secara adil dan selaras serta menimbulkan hubungan administrasu dan kewilayahan  antarsusunan pemerintahan.

4.    Keuangan Daerah 

Daerah diberikan hak untuk mendapatkan sumber keuangan yang antara lain berupa : kepastian tersedianya pendanaan dari pemerintah sesuai dengan urusan pemerintah yang diserahkan, kewenangan memungut dan mendayagunakan pajak dan retribusi daerah dan hak untuk mendapatkan bagi hasil dari sumber-sumber daya nasional yang berada di daerah dan dana perimbangan lainnya, hak untukmengelola kekayaan Daerah dan mendapatkan sumber-sumber pendapatan lain yang sah serta sumber-sumber pembiayaan. Dengan pengaturantersebut, dalam hal ini pada dasarnya Pemerintah menerapkan prinsi uang mengikuti fungsi.

Sumber pendapatan daerah terdiri dari :

1.    Pendapatan asli daerah (PAD), yang meliputi :

a.    Hasil pajak daerah;
b.    Hasil retribusi daerah;
c.    Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan; dan
d.    Lain-lain (PAD) yang sah;

2.    Dana perimbangan yang meliputi;

a.    Dana bagi hasil;
b.    Dana alokasi umum;
c.    Dana alokasi khusus. 

3.    Lain-lain pendapatan daerah yang sah.

Pemerintahan daerah dapat melakukan pinjaman yang berasal dari penerusan pinjaman hutang luar negeri dari Menteri Keuangan atas nama Pemerintah Pusat setelah memperoleh pertimbangan Menteri Dalam Negeri.

Semua penerimaan dan peengeluaran pemerintahan daerah dianggarakan dalam APBD dan dilakukan melalui rekening kas daerah yang dikelola oleh Bendahara Umum Daerah. Penyusunan, pelaksanaan, penata usaha, pelaporan, pengawasan dan pertanggungjawaban keuangan daerah diatur lebih lanjut dengan Perda yang berpedoman pada Peraturan Pemerintah.

5. Penyelenggara Pemerintahan

Penyelenggara pemerintahan adalah Presiden dibantu oleh wakil presiden, dan oleh Manteri Negara. Dalam menyelenggarakan pemerintahan, pemerintah pusat menggunakan asas desentralisasi, tugas pembantuan dan dekonsentrasi sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Dalam menyelenggarakan pemerintahan daerah, pemerintahan daerah menggunakan asas otonomi dan yugas pembantuan.

Desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Tugas pembantuan adalah penugasan dari Pemerintah kepada Daerah dan/atau desa dari pemerintah provinsi kepada kabupaten/kota dan/atau desa serta dari pmerintah kabupaten/kota  kepada desa untuk melaksanakan tugas tertentu.

Dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang pemerintahan oleh Pemerintah kepada Gubernur sebagai wakil pemerintah dan/atau kepada instansi vertikal di wilayah tertentu. Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan an kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Sumber :
Buku bacaan : “HUKUM PEMERINTAHAN DAERAH” oleh Syarifuddin, SH., MH. Universitas Muslim Indonesia, 2012. Halaman 1-7.

Thursday 10 November 2016

Lembaga Keuangan Bank dan Fungsi-fungsinya

No comments
A. Lembaga Keuangan Bank dan Fungsi-fungsinya

Sesuai dengan ketentuan Pasal 5 Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 tentang perbankan seperti telah diubah oleh Undang-Undang No. 10 Tahun 1998, maka menurut jenisnya, bank dapat di bedakan menjadi sbb:

1. Bank Umum, yaitu bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan/atau berdasarkan prinsip syariat yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.

2. Bank Perkreditan Rakyat,yaitu bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan prinsio syariat yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.

Secara lengkap, fungsi bank ini dapat dilihat sebagai berikut :

1. Agent of Trust

Dasar utama kegiatan perbankan adalah trust atau kepercayaan, baik dalam hal penghimpunan dana maupun penyaluran dana.

2. Agent of Development

Sektor dalam kegiatan perekonomian masyarakat, yaitu sektor moneter dan sektor rill merupakan sektor-sektor yang tidak dapat di pisahkan. Kedua sektor tersebut berinteraksi dan saling memengaruhi antara satu dengan yang lain. Sektor rill tidak akan dapat berkinerja dengan baik apabila dektor moneter tidak bekerja dengan baik. Tugas bank sebagai penghimpun dan penyaluran dana sangat diperlukan untuk kelancaran kegiatan perekonomian di sektor ril.

3. Agent of Services

Disamping melakukan kegiatab penghimpunan dan penyaluran dana,bank juga memberikab penawaran jasa-jasa perbankan yang lain kepada masyarakat.

Mengingat nilai strategis dari bank, bank dalam menjalankan kegiatan usahanya sangat rigid dengan aturan-aturan hukum. Hal ini bukan berarti menjadikan usaha bank menjadi kompleks rumit,tetapi dengan adanya aturan-aturan yang ketat,diharapkan kepercayaan masyarakat serta kesinambungan usaha bank akan terus dapat di kembangkan.

Dalam pengaturan bank di Indonesia, dikenal juga istilah kerahasiaan bank. Dari prinsip ini banyak juga para deposan yang mendapatkan uang secara tidak halal dan menyimpang dananya dari bank-bank nasional. Akhirnya ketika reformasi bergulir, UU No.7 Tahun 1992 ttg Perbankan mengalami perbaruan dengan UU No.10 Tahun 1998.


Sumber bacaan : Aspek Hukum Internet Banking oleh  Budi Agus Riswandi halaman 6-9.

Friday 4 November 2016

PERNIKAHAN MENURUT HUKUM ISLAM

No comments
Pernikahan Menurut Hukum Islam

    Pengertian perkawinan ada beberapa pendapat yang satu dan lainnya berbeda. Tetapi perbedaan pendapat ini sebetulnya bukan untuk memperlihatkan pertentangan yang sungguh-sungguh antara pendapat yang satu dengan yang lain. Menurut ulama Syafi’iyah adalah suatu akad dengan menggunakan lafal nikah atau zawj yang menyimpan arti wati’ (hubungan intim). Artinya dengan pernikahan seseorang dapat memiliki atau dapat kesenangan dari pasangannya. Suatu akad tidak sah tanpa menggunakan lafal-lafal yang khusus seperti akad kithabah, akad salam, akad nikah. Nikah secara hakiki adalah bermakna akad dan secara majas bermakna wat’un. Sedangkan arti nikah menurut istilah adalah melakukan suatu akad atau perjanjian untuk mengikat diri antara seorang laki-laki dengan seorang wanita untuk menghalalkan suatu hubungan kelamin antara keduanya sebagai dasar suka rela atau keridhaan hidup keluarga yang diliputi rasa kasih sayang dan ketentraman dengan cara yang diridhai Allah SWT.

    Perkawinan adalah suatu perjanjian perikatan antara orang laki-laki dan orang perempuan, dalam hal ini perkawinan merupakan perjanjian yang sakral untuk membentuk keluarga yang kekal dan bahagia, bahkan dalam pandangan masyarakat perkawinan itu bertujuan membangun, membina dan memelihara hubungan kekerabatan yang rukun dan damai.

Perkawinan bagi manusia bukan sekedar persetubuhan antara jenis kelamin yang berbeda, sebagai makhluk yang disempurnakan Allah, maka perkawinan mempunyai tujuan untuk membentuk keluarga yang bahagia dan kekal.

PENGERTIAN PERCERAIAN

No comments



A. Perceraian Menurut Hukum Agama Islam

Perceraian menurut hukum agama islam yang telah dipositifkan dalam pasal 38 dan pasal 39 UU No.1 Tahun 1974 dan telah dijabarkan dalam pasal 14 sampai dengan pasal 18 serta pasal 20 sampai dengan pasal 36 peraturan-peraturan Nomor 9 Tahun 1975 tentang Perkawinan ( selanjutnya disingkat PP No. 9 Tahun 1975 , mencakup: pertama,” cerai talak”, yaitu perceraian yang diajukan permohonan cerainya oleh dan atas inisiatif suami kepada pengadilan Agama, yang dianggap terjadi dan berlaku beserta segala akibat hukumnya sejak saat perceraian itu dinyatakan (diikrarkan) di depan siding Pengadilan Agama ; kedua,” cerai gugat”, yaitu perceraian yang diajukan gugatan cerainya oleh dan atas inisiatif istri kepada Pengadilan Agam, yang dianggap terjadi dan berlaku beserta segala akibat hukumnya sejak jatuhnya putusan Pengadilan Agama yang telah mempunyai hukum tetap.

B. Pengertian Perceraian Menurut Undang-Undang 

Istilah perceraian terdapat dalam UU No. 1 Tahun 1974 sebagai aturan hukum positif tentang perceraian menunjukan adanya :

1. Tindakan hukum yang dapat dilakukan oleh suami atau istri untuk memutus hubungan perkawinan diantara mereka.

2. Peristiwa hukum yang memutuskan hubungan suami dan istri, yaitu kematian suami atau istri yang bersangkutan, yang merupakan ketentuan yang pasti dan langsung ditetapkan oleh Tuhan yang Maha Kuasa.

3. Putusan hukum yang dinyatakan oleh pengadilan yang berakibat hukum putusnya hubungan perkawinan antara suami dan istri. 

C. Pengertian Perceraian Menurut Doktrin Hukum

Perceraian  adalah ”penghapusan perkawinan dengan putusan hakim atau tuntutan salah satu pihak dalam perkawinan itu”.  Subekti (1985:42)

Perceraian ini berupa penghapusam perkawinan , baik dengan putusan hakim atau tuntutan suami atau istri. Namun subekti tidak menyatakan pengertian perceraian sebagai penghapusan perkawinan itu dengan kematian atau yang lazim disebut dengan “cerai mati”. Pengertian yang diungkapkan oleh subekti lebih sempit daripada pengertian perceraian menurut pasal 38 UU No.1 Tahun 1974 sebagaimana telah diuraikan diatas
.
Latar belakang dan tujuan perceraian dapat dipahami dari penjelasan Soemiyati bahwa dalam melaksanakan kehidupan suami istri tentu saja tidak selamanya berada dalam situasi yang damai dan tenteram, kadang-kadang terjadi juga salah paham antara suami istri atau salah satu pihak melainkan kewajibannya, tidak percaya mempercayai satu sama lain dan terus –menerus terjadi pertengkaran antar suami istri tersebut. Lebih lanjut, soemiyati menjelaskan bahwa perceraian walaupun diperbolehkan, tetapi agama islam tetap memandang perceraian adalah sesuatu yang bertentangan dengan asas-asas Hukum Islam sebagaimana ditegaskan oleh Nabi Muhammad SAW dalam hadis yang diriwayatkan oleh Abu Daud dan dinyatakan Shahih oleh Hakim, yaitu:

Yang halal yang paling dibenci oleh Allah ialah perceraian. 

Bagi orang yang melakukan perceraian tampa alasan, Nabi Muhammad SAW berkata dalam Hadis yang diriwayatkan oleh An-Nasa’I dan Ibnu Hibban, yaitu:

Apakah kamu yang menyebabkan salah seorang kamu memepermainkan hukum Allah, ia mengatakan: Aku sesungguhnya telah mentalak (istriku) dan sungguh aku telah merujuk(nya).

kedua hadis tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa perceraian itu walaupun diperbolahkan oleh agama, tetapi pelaksanaanya harus berdasarkan suatu alasan yang kuat dan merupakan jalan terakhir yang ditempuh suami istri, apabila cara-cara lain yang telah diusahakan sebelumnya tetap tidak dapat mengembalikan keutuhan kehidupan rumah tangga suami istri tersebut. Hal ini juga terdapat dalam Al-qur’an surah Al-Baqarah (2) ayat 229, Allah berfirman :

“Talak (yang dapat dirujuki) dua kali. Setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara yang ma'ruf atau menceraikan dengan cara yang baik. Tidak halal bagi kamu mengambil kembali sesuatu dari yang telah kamu berikan kepada mereka, kecuali kalau keduanya khawatir tidak akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. Jika kamu khawatir bahwa keduanya (suami isteri) tidak dapat menjalankan hukum-hukum Allah, maka tidak ada dosa atas keduanya tentang bayaran yang diberikan oleh isteri untuk menebus dirinya. Itulah hukum-hukum Allah, maka janganlah kamu melanggarnya. Barangsiapa yang melanggar hukum-hukum Allah mereka itulah orang-orang yang zalim".

Menurut Syaikh Hasan Ayyub suami ebenarnya hukum cerai menurut syariat islam ada 5 (lima) tergantung sebab-sebab dan waktunya, yaitu sebagai berikut :

a.    Wajib, yaitu cerainya orang yang melakukan ila’ (sumpah suami untuk tidak menggauli istrinya), setelah masa menunggu apabila ia menolak fai’ah (kembali menyetubuhi istrinya), dan cerai yang dilakukan dua hakam dalam kasus percekcokan apabila keduanya melihat cerai lebih baik bagi pasangan suami istri.

b.    Makruh, yaitu cerai tanpa hajat. Ada dua riwayat mengenai cerai macam ini, yakni sebgai berikut:

-  Hukumnya haram

karena mendatangkan mudharat bagi diri sendiri dan istri, serta kehilangan maslahat yang mereka peroleh tanpa ada hajat. Karena itu hukumnya haram, sama seperti memusnahkan harta benda. Berdasarkan sabda Nabi Muhammad Saw,” Tidak boleh membahayakan diri sendiri dan orang lain”.

- Boleh

 berdasarkan sabda Nabi Muhammad Saw,” Perkara yang paling dibenci Allah adalah Cerai”. Allah tidak menghalalkan sesuatu yang lebih dibenci-Nya daripada cerai”(HR.Abu Daud, isnad-nya cacat). Cerai yang dibenci adalah cerai tampa hajat, dan Nabi Muhammad saw menyebutnya halal. Juga karena cerai meniadakan pernikahan yang mengandung maslahat-maslahat yang dianjurkan, sehingga hukumnya makruh.

-Mubah

yaitu ketika ada hajat; baik karena buruknya perangai istri dan pergaulannya, dank arena istri dirugikan tanpa mencapai tujuan.

- Dianjurkan

 yaitu ketika istri melalaikan hak-hak Allah yang wajib, seperti shalat dan sebagainya, dan suami tidak dapat memaksanya, atau suami mempunyai istri yang tidak menjaga kesucian moral. Dalam kondisi ini, tidak ada larangan melakukan ‘adhl (melarang istri menikah dengan orang lain dengan cara menahannya, padahal suami sudah tidak menyukainya) dan mempersulit istri dengan membayar tebusan kepada suami.

Allah Swt berfirman (Qs. An-Nisaa’(4):19) :

Artinya:

 “Hai orang-orang yang beriman, tidak halal bagi kamu mempusakai wanita dengan jalan paksa dan janganlah kamu menyusahkan mereka karena hendak mengambil kembali sebagian dari apa yang telah kamu berikan kepadanya, terkecuali bila mereka melakukan pekerjaan keji yang nyata. Dan bergaullah dengan mereka secara patut. Kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak".

- Dilarang

 yaitu cerai sewaktu haid atau dalam masa suci dimana suami telah menyetubuhinya, Ulama seluruh negeri dan zaman menyepakati keharamannya, dan disebut juga cerai bid’a, karena orang yang bercerai itu menentang sunnah dan meninggalkan perintah Allah Swt dan rasul-Nya.
Allah Swt berfirman (Qs. Ath Thalaaq’(65):1) :

Artinya” 

 "Wahai Nabi, apabila kamu menceraikan isteri-isterimu maka hendaklah kamu ceraikan mereka pada waktu mereka dapat (menghadapi) iddahnya (yang wajar) dan hitunglah waktu iddah itu serta bertakwalah kepada Allah Tuhanmu. Janganlah kamu keluarkan mereka dari rumah mereka dan janganlah mereka (diizinkan) ke luar kecuali mereka mengerjakan perbuatan keji yang terang. Itulah hukum-hukum Allah dan barangsiapa yang melanggar hukum-hukum Allah, maka sesungguhnya dia telah berbuat zalim terhadap dirinya sendiri. Kamu tidak mengetahui barangkali Allah mengadakan sesudah itu sesuatu hal yang baru".

Nabi Muhammad Saw juga bersabda :

“ Dan bila mau, ia boleh mencerainya sebelum ia menyentuh. Itulah iddah yang karenanya Allah memerintahkan untuk mencari istri.”(muttafaq alaih)". 

(Syekh Hasan Ayyub,2002 hlm.248-249)

Pengertian perceraian menurut hukum adat adalah peristiwa luar biasa, merupakan problema social dan yuridis yang penting dalam kebanyakan daerah. Menurut dhodjodiguno, perceraian ini dikalangan orang jawa ialah suatu hal yang tidak disukai. Cita-cita orang jawa adalah perjodohan sekali seumur hidup, bilamana mungkin sampai kaken-kaken – ninen-ninen, artinya sampai si suami menjadi aki (kakek) dan si istri menjadi nini (nenek), yaitu orang tua-tua yang sudah bercucu-cicit.( Djojodiguno,1995 hlm.143).

1.    Asas-asas Hukum Perceraian

a.    Pengertian Asas Hukum

Menurut Mahadi, kata asas atau prinsip identik dengan principle dalam bahasa inggris yang erat kaitanya dengan istilah principium berarti permualaan, dalam arti tersebut , kata principle dipahamkan sebagai sumber yang abadi dan tetap dari banyak ha, aturan atau dasar dari tindakan seseorang, suatu pernyataan ( hukum, aturan, kebenaran ) yang dipergunakan sebagai dasar untuk menjelaskan sesuatu peristiwa. Mahadi(1989 hlm.119)
Peter Mahmud Marzuki, menegaskan bahwa asas-asas hukum dapat saja timbul dari pandangan akan kepantasan dalam pergaulan social, yang kemudian diadopsi oleh pembuat undang-undang, sehingga menjadi aturan hukum, namun tidak semua asas hukum dapat dituangkan menjadi aturan hukum. Peter Mahmud Marzuki (2003 hlm.193-221)

Keberadaan asas hukum adalah condition sine quanon bagi norma hukum, karena mengandung nilai-nilai moral dan etis, yang mengarahkan pembentukan hukum yang memenuhi nilai-nilai filosofis berintikan rasa keadilan dan kebenaran, nilai-nilai sosiologis yang sesuai dengan tata nilai budaya yang berlaku di masyarakat, serta nilai-nilai yuridis yang sesuai dengan hukum yang berlaku. Soejadi ( 1999 hlm.68)

Memperhatikan penjelasan di atas, maka dapat dipahami bahwa asas hukum adalah sebagai berikut:

1. Refleksi dari kandungan nilai-nilai moral dan tuntutan etis dalam semangat kebenaran dan keadilan yang mengarakterisasi hukum itu hidup dan berkembang dalam masyarakat.

2.  Dasar dan tumpuan yang luas.

3.  Alasan-alasan pembenar hukum yang rasional bagi bentuk, isi, sifat dan tujuan norma-norma dalam hukum fositif.

b.    Fungsi Asas Hukum

Beranjak dari pemahaman scholten mengenai asas hukum, brunggink menegaskan pemikirannya bahwa fungsi asas hukum sebagai meta-kaidah berkaitan dengan kaidah hukum dalam bentuk kaidah perilaku. Asas hukum hanya akan memeberikan argument-argumen bagi pedoman perilaku yang harus diterapkan dan asas-asas itu sendiri tidak memberikan pedoman (bagi pelaku). Asas hukum ini memainkan peranan pada interprestasi terhadap aturan hukum, sehingga menentukan wilayah penerapan kaidah hukum, karena hukum juga memberikan arah pada perilaku yang dikehendaki. J.J.H Bruggik (1996 hlm.120).

Menurut Notohamidjoyo, asas hukum memiliki arti penting sebagai berikut:

a)    Perundang-undangan harus menggunakan asas hukum sebagai pedoman kerjanya.

b)    Hakim melakukan interprestasi hukum berdasarkan asas-asas hukum.

c)    Hakim perlu mempergunakan asas hukum apabila ia akan melakukan analogi.

d)    Hakim dapat melakukan koreksi terhadap perundang-undangan apabila undang-undang karena tidak dipakai terancam kehilangan maknanyaMemperhatikan penjelasan diatas, maka dapat dipahami bahwa fungsi hukum adalah:

1) Sebagai meta-norma yang wilayah penerapannya lebih luas daripada dan yang memberikan arah bagi norma-norma dalam aturan hukum positif yang dinyatakan dalam bentuk norma perilaku yang dikehendaki;

2) Sebagai penjalin ketersebaran norma-norma dalam aturan-aturan hukum positif sekaligus fundasi pengujian, penilaian dan pembenaran kritis-etis terhadap aturan-aturan hukum positif sebagai suatu sistem;

3)  Sebagai bahan-bahan (material) hukum yang mendasar dan meluas untuk mengisi kekosongan hukum ketika aturan-aturan hukum positif yang ada memiliki keterbatasan dan tidak dapat memberikan solusi normative untuk mengatasi persoalan hukumnya.

PENGERTIAN AKAD PERDAMAIAN (SHULHU)

No comments
 Pengertian Sulhu

    Dalam bahasa arab perdamaian diistilahkan dengan “As-Shulhu” , secara harfiah atau secara etimologi mengandung pengertian “memutus pertengkaran/perselisihan”. Sedangkan menurut istilah (terminologi) didefinisikan oleh para ulama adalah sebagai berikut:

- Menurut imam Taqiy al-Din Abi Bakr ibn Muhammad al-Husaini dalam kitab Kifayatu al-Akhyar yang dimaksud al-Sulh adalah “akad yang memutuskan perselisihan dua pihak yang berselisih”.

- Hasbi Ash-Shidieqy dalam bukunya pengantar fiqh muamalah berpendapat bahwa yang dimaksud dengan Al-Shulh adalah “Akad yang disepakati dua orang yang bertengkar dalam hak untuk melaksanakan sesuatu, dengan akad itu dapat hilang perselisihan”. [Hasbie Ash-Shidieqy,Pengantar Fiqh Muamalah,(Bulan Bintang: Jakarta,1984),hlm.92.]

- Sulaiman Rasyid berpendapat bahwa yang dimaksud Al-Shulh adalah akad perjanjian untuk menghilangkan dendam, permusuhan, dan perbantahan. [Sulaiman Rasyid,fiqh Islam,(at-Tahairiyyah: Jakarta, 1976),hlm.151-152.]

 -Sayyid Sabiq berpendapat bahwa yang dimaksud dengan al-Shulh adalah suatu jenis akad untuk mengakhiri perlawanan antara dua orang yang berlawanan.

Dari pengertian diatas maka dapat dipahami bahwa yang dimaksud dengan al-Shulh adalah suatu akad yang bertujuan untuk mengakhiri perselisihan atau persengketaan. 

    Masing-masing pihak yang mengadakan perdamaian dalam syariat Islam diistilahkan dengan “Mushalih” sedangkan persoalan yang diperselisihkan oleh para pihak atau obyek perselisihan disebut dengan “Mushalih anhu”, dan perbuatan yang dilakukan oleh salah satu pihak terhadap pihak yang lain untuk mengakhiri perrtikaian dinamakan dengan “mushalih Alaihi atau disebut juga badalush shulh”. [Chairuman Pasaribu & Suhrawardi K. Lubis,Hukum Perjanjian dalam Islam,(Jakarta: Sinar Grafika,1996),hlm.26]

HUKUM AKAD PERDAMAIAN (SHULHU)

No comments

Hukum Akad Perdamaian (Shulhu)

    Perdamaian dalam syariat Islam sangat dianjurkan. Sebab, dengan perdamaian akan terhindarlah kehancuran silaturahmi (hubungan kasih sayang) sekaligus permusuhan di antara pihak-pihak yang bersengketa akan dapat diakhiri.

Adapun dasar hukum anjuran diadakan perdamaian dapat dilihat dalam al-qur’an, sunah rasul dan ijma.

وَإِنْ طَائِفَتَانِ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ اقْتَتَلُوا فَأَصْلِحُوا بَيْنَهُمَا فَإِنْ بَغَتْ إِحْدَاهُمَا عَلَى الأخْرَى فَقَاتِلُوا الَّتِي تَبْغِي حَتَّى تَفِيءَ إِلَى أَمْرِ اللَّهِ فَإِنْ فَاءَتْ فَأَصْلِحُوا بَيْنَهُمَا بِالْعَدْلِ وَأَقْسِطُوا إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ (٩)
 
Artinya :

 “Dan kalau ada dua golongan dari mereka yang beriman itu berperang hendaklah kamu damaikan antara keduanya! Tapi kalau yang satu melanggar perjanjian terhadap yang lain, hendaklah yang melanggar perjanjian itu kamu perangi sampai surut kembali pada perintah Allah. Kalau dia telah surut, damaikanlah antara keduanya menurut keadilan, dan hendaklah kamu berlaku adil; Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berlaku adil.  

(QS. Al-Hujurat : 9)”.

    Mengenai hukum shulhu diungkapkan juga dalam berbagai hadits nabi, salah satunya yang diriwayatkan oleh Ibnu Hibban dan  Imam Tirmizi  yang artinya “perdamaian dibolehkan dikalangan  kaum muslimin, kecuali perdamaian menghalalkan yang haram atau mengharamkan yang haram. Dan orang-orang islam (yang mengadakan perdamaian itu) bergantung pada syarat-syarat mereka (yang telah disepakati), selain syarat yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram (HR. Ibnu Hibban dan Turmuzi)”.

    Pesan terpenting yang dapat dicermati dari hadits di atas bahwa perdamaian merupakan sesuatu yang diizinkan selama tidak dimanfaatkan untuk hal-hal yang bertentangan dengan ajaran dasar keislaman. Untuk pencapaian dan perwujudan perdamaian, sama sekali tidak dibenarkan mengubah ketentuan hukum yang sudah tegas di dalam islam. Orang-orang islam yang terlibat di dalam perdamaian mesti mencermati agar kesepakatan perdamaian tidak berisikan hal-hal yang mengarah kepada pemutarbalikan hukum; yang halal menjadi haram atau sebaliknya.

    Dasar hukum lain yang mengemukakan di adakannya perdamaian di antara para pihak-pihak yang bersengketa di dasarkan pada ijma.

RUKUN DAN SYARAT SHULHU (AKAD PERDAMAIAN)

No comments

Rukun dan Syarat Shulhu

Rukun-rukun Al-Shulhu adalah sebagai berikut:

a. Mushalih,yaitu masing-masing pihak yang melakukan akad perdamaian untuk menghilangkan permusuhan atau sengketa;

b. Mushalih‘anhu, yaitu persoalan-persoalan yang diperselisihkan atau disengketakan;

c. Mushalih’alaihi, ialah hal-hal yang dilakukan oleh salah satu pihak terhadap lawannya untuk memutuskan perselisihan. Hal ini disebut juga dengan istilah badal al-Shulh;

d. Shigat, ijab dan Qabul diantara dua pihak yang melakukan akad perdamaian.

[Hendi Suhendi,Fiqh Muamalah,(Jakarta: Raja Grafindo Persada,2002), hlm.172.]

    Ijab kabul dapat dilakukan dengan lafadz atau dengan apa saja yang menunjukan adanya ijab kabul yang menimbulkan perdamaian, seperti perkataan: “Aku berdamai denganmu, kubayar utangku padamu yang lima puluh dengan seratus” dan pihak lain menjawab “ Telah aku terima”.

Adapun yang menjadi syarat sahnya suatu perjanjian perdamaian dapat diklasifikasikan:

A.    Menyangkut subyek, yaitu musalih (pihak-pihak yang mengadakan perjanjian   perdamaian) 

Tentang subyek atau orang yang melakukan perdamaian haruslah orang yang cakap bertindak menurut hukum. Selain cakap bertindak menurut hukum, juga harus orang yang mempunyai kekuasaan atau mempunyai wewenang untuk melepaskan haknya atas hal-hal yang dimaksudkan dalam perdamaian tersebut.
Adapun orang yang cakap bertindak menurut hukum dan mempunyai kekuasaan atau wewenang itu seperti :

1)    Wali, atas harta benda orang yang berada di bawah perwaliannya.

2)    Pengampu, atas harta benda orang yang berada di bawah pengampuannya

3)    Nazir (pengawas) wakaf, atas hak milik wakaf yang berada di bawah pengawasannya.

B.    Menyangkut obyek perdamaian

Tentang objek perdamaian haruslah memenuihi ketentuan sebagai berikut :

- Untuk harta (dapat berupa benda berwujud seperti tanah dan dapat juga benda tidak berwujud seperti hak intelektual) yang dapat dinilai atau dihargai, dapat diserah terimakan, dan bermanfaat.

- Dapat diketahui secara jelas sehingga tidak melahirkan kesamaran dan ketidak jelasan, yang pada akhirnya dapat pula melahirkan pertikaian yang baru pada objek yang sama.

C.    Persoalan yang boleh di damaikan 

    Adapun persoalan atau pertikaian yang boleh atau dapat di damaikan adalah hanyalah sebatas menyangkut hal-hal berikut : 

a)    Pertikaian itu berbentuk harta yang dapat di nilai

b)    Pertikaian menyangkut hal manusia yang dapat diganti

    Dengan kata lain, perjanjian perdamaian hanya sebatas persoalan-persoalan muamalah (hukum privat). Sedangkan persoalan-persoalan yang menyangkut hak ALLAH tidak dapat di lakukan perdamaian. [Pasaribu & K. Lubis,Hukum….,.hlm.28-30]

MACAM-MACAM PERDAMAIAN (AKAD SULHU)

No comments



 Macam-macam Perdamaian (Akad Sulhu)

    Dijelaskan dalam buku fiqh, syafiiah oleh Idris Ahamd bahwa al-Shulh dibagi menjadi empat bagian berikut ini:

1)    Perdamaian antara muslimin dengan kafir, yaitu membuat perjanjian untuk meletakkan senjata dalam massa tertentu (gencatan senjata) secara bebas atau dengan jalan mengganti kerugian yang diatur dalam undang-undang yang disepakati dua belah pihak.

2)    Perdamaian antara kepala Negara/penguasa (imam) dengan pemberontak, yakni membuat perjanjian-perjanjian atau peraturan-perauran mengenai keamanan dalam Negara yang harus ditaati.

3)    Perdamaian antara suami istri, yaitu membuat peraturan-peraturan (perjanjian) pembagian nafkah, masalah durhaka, serta dalam masalah menyerahkan haknya kepada suuaminya manakala terjadi perselisihan.

4)    Perdamaian antara pihak yang melakukan transaksi (perdamaian dalam muamalat), yaitu membentuk perdamaian dalam masalah yang ada kaitannya dengan perselisihan yang terjadi dalam masalah muamalat. [Suhendi,fiqh…,hlm.174.]

Dijelaskan oleh Sayyid Sabiq bahwa Al-Shulh dibagi menjadi tiga macam [Ibid…,hlm.174-176.]:

a)    Perdamaian Tentang Iqrar

    Perdamaian tentang iqrar adalah seseorang mendakwa orang lain yang mempunyai utang, kemudian tergugat mengakui kegagalan tersebut, kemudian mereka melakukan perdamaian. Kemudian jika tergugat mengaku memiliki utang berupa uang, dan dia berjanji akan membayarnya dengan uang juga, maka ini dianggap pertukaran dan syarat-syaratnya harus dituruti. Jika ia mengaku bahwa ia berutang uang dan berdamai akan membayarnya dengan benda-benda atau sebaliknya, maka ini dianggap sebagai jual beli yang hokum-hukumnya harus ditaati.

b)    Perdamaian Tentang Inkar dan Sukut

    Damai tentang inkar adalah bahwa seseorang menggugat orang lain tantang sesuatu materi, utang atau manfaat. Tergugat menolak gugatan atau mengingkari apa yang digugatkan kepadanya, kemudian mereka berdamai. Damai tentang sukut adalah seseorang menggugat orang lain, kemudian tergugat berdiam diri,dia tidak mengakui dan tidak pula mengingkari.

c)    Hukum damai Inkar dan sukut

    Para ulama membolehkan dilakukannya perdamaian tentang gugatan yang diingkari dan didiamkan. Ibn Hazm dan Imam Syafii berpendapat bahwa sesuatu yang diingkari dan didiamkan tidak boleh didamaikan. Damai dilakukan untuk sesuatu yang diakui karena al-shulh adalah mengenai hak yang ada, sedangkan dalam ingkar dan sukut tidak ada.


Sumber : Makalah Teman yg diambil dari beberapa sumber di internet

PELAKSANAAN PERDAMAIAN (AKAD SULHU)

No comments
 Pelaksanaan Perdamaian (Akad Sulhu)

    Adapun yang dimaksud dengan pelaksanaan perdamaian disini adalah menyangkut tempat dan waktu pelaksanaan perjanjian perdamaian yang diadakan oleh para pihak.

Perdamaian Diluar Sidang pengadilan

    Di dalam penyelesaian persengketaan dapat saja kedua belah pihak menyelesaikan sendiri, misalnya mereka meminta bantuan kepada sanak keluarga, pemuka masyarakat atau pihak lainnya, dalam upaya mencari penyelesaian persengketaan diluar sidang secara damai sebelum persengketaan itu diajukan atau selama proses persidangan berlangsung, dengan cara ini banyak yang berhasil.

    Namun sering pula terjadi dikemudian hari sengketa yang sama mungkin timbul kembali misalnya dalam hal sengketa tanah sawah, dimana mereka telah berjanji untuk mengadakan perdamaian dan salah satu pihak juga telah pula menyerahkan kembali tanah itu secara damai, namun beberapa waktu kemudian diambil/dikuasai kembali oleh pihak yang menyerahkannya.

    Untuk menghindari timbulnya persoalan yang sama dikemudian hari, maka dalam praktek sering perjanjian perdamaian itu dilaksanakan secara tertulis, yaitu dibuat akta perjanjian perdamaian. Agar akta perjanjian itu memilikikekuatan hokum tentuunya haruslah dibuat secara autentik, yaitu dibuat dihadapan Notaris.


 Melalui Sidang Pengadilan

    Perdamaian melalui sidang pengadilan berlainan caranya dengan perdamaian diluar sidang pengadilan, perdamaian melalui sidang pengadilan dilangsungkan pada saat perkara tersebut diproses di depan sidang pengadilan (gugatan sedang berjalan). Di dalam ketentuan perundang-undangan ditentukan bahwa sebelum perkara tersebut diproses Hakim harus menganjurkan agar para pihak yang bersengketa berdamai. Dalam hal ini tentunya peranan Hakim sangat menentukan.

    Andaikata Hakim berhasil untuk mendamaikan para pihak yang bersengketa, maka dibuatlah akta perdamaian dan kedua belah pihak yang bersengketa dihukum untuk menaati isi dari akta perjanjian perdamaiann tersebut. Lazimnya dalam praktek diistilahkan dengan “Akta Dading [Pasaribu & K. Lubis,Hukum….,.hlm. 30-32]”. 

Sumber : bebrbagai sumber di internet